[caption id="" align="aligncenter" width="520" caption="Ilustrasi (sumber foto : vemale.com)"][/caption] 5 Februari 2012 Kika gelisah, sebentar-sebentar dia melihat layar ponselnya. Â Sudah dua jam berlalu semenjak dia mengirimkan ucapan selamat ulang tahun pada Go, namun sampai sekarang lelaki itu tidak juga membalas. Kika sangat mengenal Go. Atau jangan-jangan?
* * *
5 Februari 2001
"Terimakasih untuk ucapannya, Kika. Â Semoga kamu selalu bahagia."
Kika memandang pesan balasan dari Go hanya beberapa menit setelah dia mengucapkan selamat ulang tahun. Â Kika membaca pesan itu berkali-kali.
"Semoga kamu selalu bahagia"
Kalimat terakhir pesan singkat itu membuat Kika menghela nafas. Â Sengaja dia tidak menceritakan pada Go perihal putusnya pertunangannya dengan Taufan - lelaki yang selalu memukulinya setiap hasratnya pada tubuh Kika tidak terpenuhi. Â Bahkan setelah Kika mengikuti segenap keinginan Taufan - termasuk menggugurkan janin dalam perutnya, lelaki itu tidak pernah berniat menikahinya. Dari dasar hatinya, Kika ingin sekali melabuhkan hatinya pada Go, tapi,
"Kamu terlalu baik, Go. Â Kamu terlalu baik untukku."
* * *
Kika semakin gelisah.
Kenapa dia tidak membalas juga? Â Apakah dia sudah melupakan aku? Â Kenapa?
Kika tidak tenang, tidak biasanya Go seperti ini. Â Ingin rasanya dia menelpon Go, tapi dia sadar itu tidak mungkin.
Aku harus bagaimana? Â Apa yang harus kulakukan?
Tiba-tiba ponselnya berdering.
* * *
13 Oktober 2002 Go tersentak dari lamunannya, ponselnya berdering keras sekali. Â Wajahnya cerah ketika melihat nomor yang memanggilnya.
"Halo Kika?" sapanya.
"Go…" suara Kika terdengar lirih.  Saat ini dia sudah yakin pada hatinya.
"Kika? Â Kamu tidak apa-apa 'kan? Â Kamu kenapa?" terdengar nada khawatir dalam suara Go.