Suara itu terdengar lagi, memecah kesunyian malam.
“Dear, itu bayi siapa sih tengah malam gini nangis?” tanyaku pada Maya, wanita yang sudah 6 tahun kunikahi.
Namaku Sultan, seorang pengusaha muda berusia 39 tahun. Mendengar pertanyaanku barusan, Maya yang masih asyik dengan laptopnya mengerutkan kening,
“Bayi? I’m afraid you’re too tired, honey. Nggak ada bayi di sini.”
“I’m not deaf, dear,” bantahku. “Aku denger suara bayi di sekitar sini.”
Maya tertawa kecil kemudian menutup laptopnya dan menghampiriku.
“Apa itu kode buatku?” tanyanya menggoda. Tangannya melingkari leherku.
“Hmm… actually not,” jawabku sambil menatapnya, “Aku yakin sudah beberapa malam ini denger suara bayi. Kadang sepertinya deket banget, kadang jauh.”
“Ya sudah, aku yakin kamu kecapean. Besok kita temui dokter Reyssent, ya?”
“Okay.”
Sayup aku mendengar lagi tangisan tersebut diselingi senandung yang dilantunkan seorang wanita.