[caption id="attachment_252395" align="aligncenter" width="401" caption="Acara Ajang Pencarian Bakat (Sumber gambar : http://allaboutduniatv.blogspot.com/)"][/caption] Familiar dengan kalimat di bawah ini?
"Jangan lupa ketik ABCDE kemudian kirim ke 1234 jika Anda masih ingin melihat penampilannya minggu depan."
Saya yakin sebagian Kompasianer sudah hafal bunyi kalimat di atas.  Ya, begitulah kira-kira kalimat yang diucapkan host di acara kontes pencarian bakat (talent search).  Kalimat ini kemudian diulang oleh si peserta kontes dengan tambahan ucapan, "Terimakasih". Biar begitu, toh pada akhirnya tetap ada salah satu peserta kontes yang tidak bisa bertanding kembali minggu depan dan harus dipulangkan alias tereliminasi.  Argumennya adalah, penampilan si peserta yang kurang optimal sehingga mendapat sedikit dukungan melalui SMS dari pemirsa. Tunggu dulu.  Kurangnya dukungan SMS?  Benarkah SMS yang kita kirim bisa menentukan nasib seorang peserta kontes? Opini saya kali ini akan membahas hal tersebut, namun sebelum kita mulai ada baiknya kita mengetahui terlebih dulu siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam talent search semacam ini.  Mereka adalah pemegang lisensi, kemudian stasiun televisi, penyelenggara SMS, dan juri.
Stasiun Televisi Adalah Titik Sentralnya
Dari empat pihak tersebut, stasiun televisi adalah titik sentralnya.  Mereka yang membeli lisensi dari pemegangnya, mereka juga mencari juri yang cocok untuk acara tersebut, dan mereka pula yang menentukan penyelenggara SMS mana yang bakal menjadi partner penyedia data.  Pihak-pihak ini kemudian membagi tugas. Pemegang lisensi menjaga agar acara yang akan diproduksi itu tidak melenceng jauh dari format aslinya.  Juri (atau komentator) akan memberi masukan secara teknis kepada kontestan dan pihak stasiun televisi.  Sementara penyelenggara SMS berperan menyediakan data peringkat setiap kontestan dengan cepat berdasarkan SMS dukungan yang masuk. Dulu sewaktu sistem dukung-mendukung ini diperkenalkan pada pemirsa televisi di Indonesia, bisa jadi keputusan untuk memulangkan seorang kontestan semata-mata didasarkan pada banyak-sedikitnya dukungan yang didapat.  Siapa yang mendapat SMS paling kecil, get out! Namun belakangan cara ini banyak dikritik karena sering terjadi bahwa mereka-mereka yang tereliminasi tersebut sebenarnya saat itu menampilkan performa yang lebih optimal ketimbang mereka yang mampu bertahan. Muncul pula stigma bahwa kontestan yang bertahan adalah kontestan yang keluarganya mampu memback-up secara finansial dengan cara mengirim SMS sebanyak-banyaknya hingga jutaan rupiah untuk satu kali penampilan.  Tindakan ini yang kemudian dikenal sebagai SMS bombing. Karena itu kemudian pihak penyelenggara membuat sistem adanya "Dua Terendah" atau "Tiga Terendah" yaitu siapa yang akan dieliminasi dari dua-tiga kontestan yang memiliki dukungan SMS paling kecil.  Pihak stasiun televisi bersama juri kemudian berunding menentukan siapa yang layak untuk bertahan berdasarkan data dari penyelenggara SMS. Berunding?  Ya, Kompasianer tidak salah baca.  Untuk beberapa acara semacam ini (tidak seluruhnya memang), saat-saat jeda iklan biasanya dimanfaatkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk berunding, memutuskan siapa yang harus dipulangkan (selain tentu saja jeda iklan dimaksudkan untuk memperpanjang durasi acara). Stasiun televisi dan juri adalah pihak yang paling berkepentingan dalam hal ini.  Stasiun televisi peduli terhadap konten (dengan menguak sisi-sisi lain si kontestan yang berpotensi mendongkrak rating), sementara juri peduli dengan kredibilitas pribadinya (tidak mungkin juri berkata, "kamu bagus" untuk kontestan yang penampilannya jelek).  Adapun pemegang lisensi - sekali lagi - hanya menjaga agar format acara tidak melenceng dari format aslinya, dan penyelenggara SMS hanya bertanggung jawab menyediakan data secara cepat. Ketika semua pihak (terutama stasiun televisi dan juri) sudah mencapai kata sepakat, pengumuman pun dikeluarkan.  Dan sekali lagi karena acara ini tetap berorientasi bisnis (yang mesti menguntungkan), lagipula pihak yang mengeluarkan uang adalah stasiun televisi, maka biasanya penentuan keputusan siapa yang harus dieliminasi hampir absolut berada di tangan mereka. Makanya jangan heran kalau sewaktu-waktu kita melihat wajah juri yang cemberut - bahkan sampai meminta maaf kepada peserta yang dieliminasi, hampir bisa diduga bahwa saat itu pandangan mereka sedang berbeda dengan pihak stasiun televisi.
Just Enjoy The Show Laah...
Nikmati saja pertunjukannya, biarkan mereka-mereka yang di belakang layar menjalankan tanggung jawabnya masing-masing untuk memberikan tontonan yang menghibur. Â Apalagi toh sekarang ini peserta ajang pencarian bakat ini sudah diseleksi dengan sangat ketat dan layak tampil. Â Ketidak-puasan itu suatu hal yang wajar, adalah hal yang mustahil menyatukan pikiran sekian juta rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H