Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Aku Tahu Kamu Mencintaiku

2 Oktober 2015   18:44 Diperbarui: 3 Oktober 2015   06:46 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ryan M, No. 5

Cuaca yang semula panas menyengat mendadak berubah.  Langit menjadi gelap, angin bertiup kencang, dan satu demi satu titik hujan turun dari langit - menusuk wajahku yang tak tertutup kaca helm.  Semula aku bertahan dan meneruskan laju motor, namun siraman air yang makin banyak membuatku menyerah.

Aku menepikan motor dan berteduh di sebuah halte.

Alam memang nggak bisa ditebak...

Hujan turun makin deras, akupun menghubungi klienku, memberitahunya bahwa aku akan terlambat mengikuti meeting.

"Ok's," balasnya, "gw jg kejebak hujan."

Saat terjebak hujan seperti ini hanya ada sedikit kegiatan yang bisa dilakukan; merokok, ngobrol di grup, facebook-an, atau sekadar melamun.

Aku bukan perokok, bukan juga tipe manusia penggemar chatting.  Dari tiga grup alumni yang kuikuti, aku selalu menjadi silent reader dan hanya hadir jika di-mention.

Facebook-an?

Jujur saja, saat ini dunia maya bukanlah tempat yang enak untuk dikunjungi.  Terlalu banyak perang opini di dalamnya, dan aku sedang tak ingin memasukkan opini-opini penuh puji dan caci-maki ke dalam kepalaku.

Jadi aku memilih menghabiskan waktu dengan melamun sembari menikmati konfigurasi yang dihasilkan guyuran air di atas aspal dipadu embusan angin.

Sedikit rahasia, jika mampu meleburkan diri dengan frekuensi air dan lingkungan sekitar saat itu, kita akan mendapatkan simfoni terindah yang menimbulkan rasa tenang sekaligus membangkitkan kenangan yang sudah tersimpan jauh di dasar hati.

Dan ingatanku kembali, jauh ke masa lalu.

(Catatan penulis : adegan berikut lebih enak dibaca sembari menikmati lagu "Semua Tentang Kita" dari Peterpan.  Selamat berimajinasi!)

* * *

"Aku selalu suka bau ini," katamu sembari memejamkan mata menghirup wanginya tanah yang tersiram hujan - sore itu.

Aku hanya memandangmu.

Aku selalu suka memandangmu dari angle samping seperti ini.

Kamu cantik...

Kita berdua lama terdiam, terbenam dalam pikiran masing-masing.

"Wangi ini... namanya petrikor," kau akhirnya membuka mulut.

Aku tersenyum.

"Mungkin karena itu kamu dikasih nama Petra," lanjutku.

Kita berdua tertawa.

* * *

"Kamu tau?" ucapmu.  "Aku baru saja jadian sama Igor."

"Oh?" aku berharap kamu hanya bercanda.  Aku berharap pendengaranku salah.

Tapi tidak.

Kau mengatakannya dengan raut wajah bahagia, wajah yang penuh cinta, dan aku merasakan sakit yang sangat menusuk.

"Petra...  Igor...," gumammu.  "Coba kamu ucapkan dengan cepat dan berulang-ulang."

"Buat apa?" tanggapku dengan malas.

"Petra...  Igor...," lanjutmu.  "Petra Igor...  Petra Igor...  Petraigor...  Petraigor...  Petrikor...  Petrikor...  Petrikor!"

Kau tersenyum manis, senyuman paling indah yang pernah kulihat.

Namun senyuman itu bukan untukku.

* * *

♫ Tinggalkan cerita tentang kita... ♫

Aku tersadar dari lamunanku dan memandang sekeliling.  Rupanya sudah ada orang lain di halte ini, dan alunan nada itu berasal dari ponselnya.

"Ya?  Hallo?" sapanya.

Ah, kenapa tiba-tiba aku mengingatmu sih?

* * *

"Sepertinya aku hamil," bisikmu suatu pagi saat kita menanti bus di halte.

Aku tak bisa langsung menjawab, mendengar dirimu menyebut namanya saja sudah membuat rasa sakit itu kembali.

Kau memandangku, lama, cukup lama hingga ketidakpedulianku padamu runtuh.

Aku menghela napas.

"Kenapa kau mengatakan itu padaku?" aku bertanya dengan rasa hati yang tak keruan.  Semakin lama bersamamu membuatku sadar bahwa aku mencintaimu.

"Mungkin setelah ini dia akan menikahiku," jawabmu.  "Komitmen.  Cuma itu yang aku mau."

♫ Ada cerita tentang masa yang indah,

saat kita berduka, saat kita tertawa... ♫

Petra, tidakkah kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu?

Aku mencintaimu meski aku tahu ini akan sulit...

* * *

Beberapa bulan kemudian bukan undangan pernikahan yang aku dapat darimu melainkan cerita bahwa ia - lelaki itu - mencampakkanmu dan pindah ke kota lain.

"Dia juga memberiku ini," ujarmu membuka kacamata hitam memperlihatkan lebam di mata kirimu padaku.

Aku hanya merengkuhmu dalam diam.  Memelukmu lembut.

Isak tangismu selanjutnya membuat airmataku menitik.

Petra, aku mencintaimu...

Adakah tempat untukku di hatimu?

Berapa kali aku harus menyatakan perasaanku padamu?

* * *

"Berapa kali harus kukatakan padamu?" kau mengeluh.  "Aku tak bisa menerima cintamu."

Selalu seperti ini...

Tak peduli berapa kali aku menyatakan cintaku padamu, jawabanmu selalu sama.

♫ Teringat di saat kita tertawa bersama.

Ceritakan semua tentang kita... ♫

"Yah, aku tau kamu masih mengharapkannya," ujarku getir, "mengharapan dia yang meninggalkanmu..."

"Bukan!" potongmu.  "Bukan karena dia!"

Suasana menjadi hening.

Kita saling pandang dalam keheningan.

Kau dan aku.

"Kamu tau, kita tak mungkin bisa bersama."

Kau memelukku erat.

"Sejujurnya, aku pun mencintaimu.  Sangat mencintaimu..."

"Petra..."

"...tapi kita berdua tau ada satu hal yang membuatku masih ragu menerimamu."

Aku menghela napas.

"Ya, aku tau itu."

Tanganku meraba tengkukmu, meraba kalung yang terpasang di lehermu, sebuah kalung yang bandulnya memberitahu bahwa kita tidak satu keyakinan.

"Kita saling cinta, aku tau itu," ujarmu masih memelukku.  "Tapi kelak, hal itu akan jadi masalah besar."

Kau melepas pelukanmu.

"Jadi, sebelum kelak kita tersiksa oleh cinta yang tak bisa disatukan, lebih baik seperti ini."

"Aku mengerti," berat rasa hatiku mengatakannya, "lebih baik tidak ada cinta antara kita."

Kau tersenyum.

Getir.

* * *

Di mana kamu sekarang?

Hujan mulai reda, beberapa orang sudah meninggalkan halte dan melanjutkan perjalanan mereka, begitupun diriku.

Apa kamu masih mengingatku seperti aku mengingatmu?

Cinta...

-Jakarta, 2 Oktober 2015-

 

  1. Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community atau klik di sini
  2. Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community
  3. sumber gambar

Tulisan ini dipublish pertama kali di kompasiana.com untuk event "Katakan Cinta" yang diadakan Fiksiana Community, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun