Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hidup Nyaman Dengan Hemat Listrik

21 Januari 2014   11:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:37 1855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Hemat Listrik Yuk! (sumber foto : contoh artikelmu.com)"][/caption] Jika mendengar kata "Hemat Listrik", apa yang ada di bayangan Kompasianer?  Apa itu berarti kita sebentar-sebentar memati-hidupkan perangkat listrik & elektronik yang ada? Meski tindakan tadi tidak salah (bahkan tetap dianjurkan), lewat tulisan ini saya mencoba memberikan alternatif pemikiran "hemat listrik" ala saya.  Setidaknya melalui tulisan ini kita bisa berhemat listrik tanpa harus mengorbankan kenyamanan hidup.  Sebelumnya mohon maaf, saya tidak bermaksud menggurui, hanya sekadar sharing. Siap?

Menggunakan Lampu Hemat Energi

Ini merupakan langkah yang paling mudah dilakukan untuk memulai tindakan hemat listrik.  Di rumah saya ada tujuh titik lampu yang semuanya menggunakan lampu hemat energi keluaran pabrikan asal Belanda dengan daya antara 11-14 watt.  Sekarang saya bahkan secara perlahan mulai beralih ke lampu LED 5 dan 7 watt (masih dari merk yang sama). Ciri-ciri lampu hemat energi biasanya ada tulisan "Energy Saver" pada kemasannya, tulisan watt-nya ada dua (sebagai pembanding bahwa lampu tersebut memiliki daya sekian watt namun mampu menghasilkan terang yang setara dengan lampu yang watt-nya lebih besar).  Selain itu juga di kemasan lampu hemat energi biasanya ada gambar satu lampu (lampu hemat energi) yang dibandingkan dengan sekian banyak lampu (lampu biasa). Harga lampu hemat energi - apalagi lampu LED - memang lebih mahal ketimbang lampu biasa.  Tapi terang dan awetnya saya rasa sepadan dengan harganya.  Sebagai informasi, saat ini sudah banyak pabrikan lokal yang memproduksi lampu hemat energi dengan kualitas yang hampir sama baiknya dengan merk asal Belanda tersebut - dan tentunya dengan harga relatif lebih murah. Adapun besaran penghematan yang didapat (dengan asumsi kita biasa menggunakan lampu 20 watt) berkisar 6-15 watt per lampu (tergantung watt-nya juga) dikalikan 7 titik lampu yang ada di rumah saya.  Hitung-hitungan tadi akan menghasilkan besaran penghematan sekitar 40 s.d 100 watt perjam. Jika lampu beroperasi rata-rata selama 10 jam, berapa watt yang bisa dihemat dalam sehari?  Bagaimana jika kemudian dikalikan 30 hari? Dan jangan salah, belum tentu lampu yang temaram (tidak terang) mengkonsumsi daya lebih kecil dibanding lampu hemat energi.

Memilih Perangkat Listrik & Elektronik Berdasarkan Konsumsi Dayanya, Tidak Berdasarkan Merk

Pernahkah Kompasianer memperhatikan berapa daya yang dikonsumsi setiap perangkat listrik & elektronik di rumah?  Televisi, AC, pemutar DVD, speaker aktif, kulkas, dispenser air, komputer, konsol game, dan kipas angin adalah sebagian perangkat yang sekarang ini umumnya ada di setiap rumah.  Informasi soal konsumsi daya ini biasanya ada di bagian belakang perangkat yang bersangkutan. Sejak tahun 2001 saya sudah terbiasa memilih perangkat listrik & elektronik yang mengkonsumsi daya paling rendah, mulai dari lampu dan televisi.  Kebiasaan ini terus berlanjut sampai sekarang meski kadang harus dikompromikan dengan kemampuan keuangan keluarga. Sebagai contoh, awalnya saya memiliki AC berdaya 450 W untuk 1/2 PK.  Ketika sudah tiba saatnya mengganti, syarat utamanya adalah, "Watt-nya harus lebih kecil"  Dan akhirnya saya memilih AC dengan daya 390 W untuk PK yang sama.  Peraturan ini berlaku untuk semua perangkat elektronik. Hingga saat ini di rumah saya masih ada televisi layar datar 14 inch yang saya beli tahun 2001 dan mengkonsumsi daya 39 W, sementara rata-rata barang yang sama biasanya mengkonsumsi daya sekitar 60 W. Saya tidak fanatik terhadap satu merk tertentu, pokoknya selama perangkat tersebut menawarkan konsumsi daya yang lebih rendah dibanding merk lain, maka merk tersebut akan masuk pertimbangan.

Mematikan Perangkat yang Tidak Diperlukan

Bagaimanapun, tindakan ini tetap diperlukan.  Kedengarannya memang klise, tapi benar-benar harus dibiasakan.  Saya sekeluarga terbiasa mematikan lampu ruangan dan peralatan elektronik lainnya ketika sudah tidak ada orang di ruangan tersebut.  Pengecualian apabila kita masih harus bolak-balik ke ruangan tersebut setiap beberapa menit sekali.  Pengecualian juga berlaku untuk lampu teras dan kamar mandi, kedua ruangan tersebut harus tetap terang - demi keamanan dan kenyamanan, juga supaya tidak dibilang pelit hehehe... Sekadar info, perangkat listrik rumah tangga yang rata-rata menyedot listrik paling besar adalah dispenser air panas (350 watt).  Jadi ketika tidur malam, saya biasa mematikan dispenser setelah sebelumnya menyiapkan air panas sekadarnya di dalam termos untuk keperluan bayi minum sufor. Dan meski hemat listrik belum tentu hemat uang, penggunaan perangkat-perangkat hemat listrik ini bisa membuat kita mengoptimalkan daya listrik PLN yang terpasang.  Setidaknya jika mau, dengan daya 1300 watt saya bisa saja menyalakan AC, dispenser, dan komputer bersamaan dalam kondisi kulkas, lampu, kipas angin, dan TV tetap menyala tanpa harus ada perangkat yang dimatikan (saya pernah mencobanya). Tulisan ini masuk kategori “Tips” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun