Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saya dan Buku (Cerita Narsis yang Nggak Penting)

1 Mei 2014   22:36 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:58 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_305341" align="aligncenter" width="500" caption="Koleksi buku saya yang masih sedikit (dokpri)"][/caption]

Saya bisa bilang bahwa saya beruntung memiliki ayah yang gemar membaca apa saja.  Saya ingat, dulu ayah punya koleksi novel berbahasa Inggris (saya hanya ingat dua novel, yang satu ber-cover tentara Jerman dengan latar belakang bendera Nazi, sementara yang satu lagi ber-cover seorang wanita sexy hanya dibalut lingerie sedang duduk di atas meja kerja – waktu itu saya berusia sekitar 6 tahun).

Bagaimana dengan komik?  Seingat saya, ayah dulu sering mengajak saya ke toko buku Maranatha, Bandung (kami pernah tinggal di Cimahi selama kurang lebih 4 tahun).  Saya biasanya memilih komik bertema superhero (Fantastic Four, Lamaut, Batman, dsb) sementara ayah biasanya memboyong komik karya komikus Jan Mintaraga - karena itu saya masih hafal nama sebagian tokohnya seperti Kapten Halilintar, Indra Bayu, Shakuntala, Bango Samparan, Jaka Malela, dsb (cmiiw).

Tapi menginjak usia saya 7 tahun, saya mulai dengan bacaan 'berat' saya yang pertama, “Kitab Mormon”, “Alkitab”, dan “Ajaran Sang Budha” (hanya buku yang disebut terakhir yang bisa saya selesaikan membacanya).  Semua buku-buku itu ada di koleksi ayah saya.  Beliau memang tidak memiliki genre khusus, pokoknya bisa dibilang semua buku ada.

Sayang, saat kami kembali ke kota kelahiran orangtua saya – Tegal, koleksi buku-buku ayah saya sudah entah ada di mana.  Di kota ini saya ‘terpaksa’ menyesuaikan diri karena buku-buku yang ada tidaklah sevariatif seperti di Bandung.  Yah, setidaknya saya masih bisa membaca majalah “Si Kuncung” dan membeli komik-komik karya Ema Wardhana (maaf kalo saya salah ejaan nama).

Masa Remaja


Angin segar mulai bertiup ketika saya menginjak masa SMP.  Saat itu jasa penyewaan buku sudah mulai marak, syaratnya cukup menyerahkan Kartu Pelajar.  Setidaknya ada dua tempat yang menjadi langganan saya saat itu.

Di masa itulah awal perkenalan saya dengan cersil karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo, waktu itu cersil pertama yang saya baca adalah “Para Pendekar Pulau Es”.  Saya benar-benar terpesona dengan gaya penceritaannya yang apik, hidup, dan runut (meski setelah saya membaca beberapa cersilnya yang lain, plot dasarnya hampir sama – berkisar soal dendam - tapi yah namanya juga cerita silat, nggak ada dendam ya nggak rame hehehe).  Dan gara-gara cersil jugalah, mata saya jadi minus sampai sekarang.

Selain cersil, saya juga kesengsem dengan komik serial silat “Busur Kumala” karya komikus Henky.  Yang membuat saya kesengsem dengan serial ini adalah kisah cinta antara Kumala dengan gurunya yang bernama Pelangi (cmiiw) – selain karena goresan gambarnya yang halus dengan kualitas kertas yang bagus.  Ceritanya sendiri setahu saya merupakan saduran dari cerita silat legendaris negeri Tiongkok “Pendekar Rajawali” dengan tokoh utamanya Yo Ko dan Siauw Liong Lie.  Sayang sekali, saya tidak tahu bagaimana akhir kisah cinta Kumala dan Pelangi (dengan tokoh antagonis Padri Agung) yang hadir dalam komik “Jodoh Rajawali” karena saat itu bisnis penyewaan buku runtuh secara berbarengan seiring hadirnya komik-komik Jepang (manga) di toko-toko buku.

Oya, sedikit catatan, di masa-masa ini saya mengenal novel “Lupus” karya Hilman Hariwijaya – yang belakangan jadi teman sekantor saya di sebuah stasiun televisi.  Membaca novel ini bikin saya ngakak guling-guling karena kelucuan-kelucuan yang ada di dalamnya, Kompasianer yang seumuran dengan saya pasti tau gimana serunya Lupus.

Sekarang


Tak perlu saya ceritakan masa-masa akrab saya dengan manga karena bisa dibilang ini merupakan masa terbaik saya.  Saya suka Jepang, saya suka komik, saya suka gambar dengan goresan halus.  Klop.  Semuanya saya temukan dalam sebuah manga.

Hubungan saya dengan buku sempat terputus antara tahun 2005-2011 karena saya lebih berfokus pada pekerjaan dan keluarga.  Sebelum menikah tahun 2004, saya menyerahkan semua koleksi buku saya pada seorang sahabat yang mengelola perpustakaan masjid.  Sahabat saya juga penyuka buku sehingga saya yakin koleksi buku saya berada di tangan yang tepat.

Masa-masa itu buku yang saya miliki (selain manga) adalah buku-buku seperti “Sejarah Tuhan”, “Berperang Demi Tuhan”, “Bibel, Qur’an, dan Sains Modern”, “Armageddon dan Peperangan Akhir Zaman”, “Firaun Kontemporer”, “Muhammad dan Isa : Telaah Kritis atas Risalah dan Sosoknya” dll dengan tema sejenis.

Saya mulai lagi mengoleksi buku sekitar 2-3 tahun lalu sampai sekarang meski minat saya sudah agak menurun untuk membaca buku-buku berat.  Saya sekarang lebih tertarik pada novel-novel karya Eiji Yoshikawa dan Michael Chrichton - meski saya juga rajin membeli buku-buku seputar video editing dan web design untuk meng-update pengetahuan di bidang yang sekarang saya tekuni.

Dan saya bisa bilang bahwa saya beruntung karena putri pertama saya yang berusia 9 tahun juga gemar membaca.  Sekarang yang ingin saya lakukan adalah mendorongnya untuk menulis.

Terimakasih sudah membaca tulisan tidak penting ini.  Selamat menikmati sisa hari libur dan selamat membaca!

Tulisan ini masuk kategori “Selfish” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun