Cahaya itu terdiam sejenak.
“Jadi, bagaimana aku mati?” tanyanya.“Kau tak ingat?”
“Yang terakhir aku ingat hanyalah aku melihat suamiku – seorang Duke – diseret oleh sekumpulan orang, sepanjang jalan dia dipukuli dan ditendangi. Kemudian sebilah pisau guillotine memenggal kepalanya. Lalu tahu-tahu aku ada di sini.”
“Ini sebenarnya kematianmu yang kedua kalinya,” ujarku, “Kematianmu yang pertama terjadi tahun 1570, saat itu kau tinggal di kota bernama Novgorod. Dan kau mati akibat pembantaian yang dilakukan oleh pasukan tsar. Lalu kau dilahirkan kembali tepat 200 tahun kemudian dan kembali ke sini sekarang setelah 19 tahun hidup di dunia. Kau pingsan dan terinjak-ijak saat itu.”
“Apakah aku… roh?”
Dengan tegas aku menjawab,
“Bukan. Roh adalah energi utama yang memberikan kehidupan pada manusia. Roh adalah energi netral dan bentuknya tetap. Ia hanya hadir satu kali di dunia, berbeda dengan kita yang bisa berkali-kali kembali ke dunia. Itu karena kita adalah ‘kesadaran’ - unsur yang memberi manusia perasaan suka atau tidak terhadap sesuatu, kita jugalah yang membuat manusia mempunyai satu perasaan yang disebut déjà vu.”
“Tapi kenapa aku tidak ingat kehidupanku sebelumnya?” ia kembali bertanya.
“Sebelum ke dunia, kita terlebih dahulu masuk dalam alam yang disebut ‘rahim’. Di sanalah hubungan kita terputus dan perlahan-lahan ingatan kita tentang kehidupan sebelumnya akan terhapus. Namun semakin terang warna yang kita punya, beberapa ingatan masih akan tersisa - baik kuat ataupun lemah. Ingatan yang kuat akan membuat tubuh yang kita tempati bisa dengan jelas menceritakan kehidupan masa lalu kita, ini yang dianggap reinkarnasi. Sementara ingatan yang lemah dan samar akan membuat si pemilik tubuh merasakan adanya déjà vu yang sulit dia jelaskan.”
“Aku mengerti,” ujarnya, “Dan bagaimana dengan suamiku? Apakah dia ada di sini juga?”
"Kau bisa menemukannya suatu saat nanti."
Kami memandang berkeliling.