City car berwarna ungu itu berhenti. Dua penumpangnya turun dan memberikan kunci mobil untuk layanan valet parking. Aku mengenal kedua tamu itu, setidaknya karena mereka langganan tetap hotel tempatku bekerja.
Bahkan bisa dibilang, hampir seluruh staf hotel ini tahu siapa mereka.
“Selamat siang,” rekan-rekanku menyapa kedua tamu yang baru datang tersebut dan dibalas dengan anggukan serta senyuman, bahkan terkadang mereka sedikit berbincang menanyakan kabar si penyapa.Mereka orang yang ramah, pikirku.
Salah satu dari mereka menghampiriku.
“Mas Andi. Kamar pesanan saya sudah siap 'kan?” tanyanya.
Ia seorang perempuan berusia sekitar 30 tahun dengan kecantikan khas seorang wanita Asia Timur. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai dan saat ini dicat kecoklatan.
“Sudah, Bu,” jawabku.
Ia memandangku dengan tatapan protes. Aku kemudian mengoreksi ucapanku,
“Maaf, Miss. Sekarang silakan Miss duduk dulu, keycard-nya nanti saya antar.”“Oke. Makasih ya Mas,” sahutnya sembari berjalan kembali ke sofa di lobi hotel yang luas dan nyaman tersebut.
Tak berapa lama, kedua orang itu kemudian terlibat dalam percakapan intim, sesekali ditimpali dengan bahasa tubuh yang mengisyaratkan adanya hubungan khusus antara mereka berdua. Tangan mereka tampak saling merangkul pinggang lawan bicaranya, mengusap paha, tengkuk, bahkan terkadang hidung dan bibir mereka saling bersentuhan. Rona merah bara asmara terlihat jelas di wajah mereka.
Flirting.
Pemandangan yang tak lazim?
Aku tak begitu peduli. Kami tak begitu peduli.