Era PlayStation berakhir, saya langsung 'lompat' ke Sega DreamCast. Di sini permainan favorit saya adalah Shenmue (saya rasa Kompasianer pemilik DreamCast pasti sependapat dengan saya). Namun karena makin lama jumlah game untuk DreamCast semakin sedikit, saya lalu membeli konsol Playstation 2 sekitar tahun 2003.
Sekadar mengabsen saja game-game favorit saya di konsol ini adalah Suikoden, Final Fantasy, Silent Hill, Echo Night, Fatal Frame, dan game sadis Trapt. Sayangnya, konsol game ini dipinjam oleh keponakan saya sejak si sulung baru lahir sampai sekarang (9 tahun). Dan saya ingat, dulu setiap saya meminta konsol ini selalu berhadapan dengan wajah masam orangtuanya.
Repot. Ngalah aja deh.
Sekarang
Menjadi orangtua ternyata tidak membuat saya pensiun dari dunia game - meski memang intensitas nge-game saya berkurang drastis dibanding dulu. Beruntung putri pertama saya enak diajak nge-game sehingga beberapa kali kami ke game center menemani si sulung bermain game favoritnya seperti Love and Berry dan Pump it Up. Yah beberapa kali kami tanding bareng di game Pump it Up, nge-dance sambil menikmati lagu-lagu hits Korea.
Adapun di rumah - selain konsol game portable Nintendo DS milik putri saya – ada konsol game Nintendo Wii. Meski secara pribadi saya lebih suka permainan untuk konsol PlayStation 3, saya memiliki pertimbangan untuk tidak menjadikan anak-anak saya gamer yang hanya memainkan jari (dan otaknya). Saya ingin game yang menuntut pemainnya untuk bergerak.
Saya memilih Nintendo Wii karena permainan yang ditawarkan konsol ini kebanyakan membutuhkan gerakan fisik, seperti kita sedang berolahraga. Saat bermain game tenis, kita harus mengayunkan wireless controller-nya, jadi nggak cuma pencet tombol. Saat bermain game bowling atau kendo misalnya, prinsipnya juga sama, mengayunkan controller. Ya, buat saya pribadi, saat ini Nintendo Wii cocok sebagai konsol permainan keluarga. Dan menurut saya pribadi pula, lebih enak bermain game di konsol ketimbang perangkat semacam tablet apalagi smartphone.
Em, maaf saya mau permisi dulu. Si sulung memanggil saya, kami sedang bermain game Dance Dance Revolution menggunakan dance mat (karpet dance). Oh, tambahan dikit, di komputer saya juga terinstal game simulasi bisnis Capitalism sebagai obat stress saya hehehe...
Nge-game yuk! Selamat sore dan selamat berakhir pekan.
Tapi ngomong-ngomong, saya masuk kategori gamer nggak sih?
Tulisan ini masuk kategori “Selfish” dan dipublish pertamakali di www.kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H