Mohon tunggu...
Ryan M.
Ryan M. Mohon Tunggu... Editor - Video Editor

Video Editor sejak tahun 1994, sedikit menguasai web design dan web programming. Michael Chrichton dan Eiji Yoshikawa adalah penulis favoritnya selain Dedy Suardi. Bukan fotografer meski agak senang memotret. Penganut Teori Relativitas ini memiliki banyak ide dan inspirasi berputar-putar di kepalanya, hanya saja jarang diungkapkan pada siapapun. Professional portfolio : http://youtube.com/user/ryanmintaraga/videos Blog : https://blog.ryanmintaraga.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ada Cinta #25 : Sebuah Permintaan Maaf - Part II

28 November 2014   14:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:38 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1417133115306944936

Cerita Sebelumnya :

Rei!  Siapa dia?  Seperti apa orangnya?  Kenapa Nay selalu ceria ketika mendapat telepon dari pemuda tersebut?  Angga yang penasaran akan keberadaan Rei dan apa yang sesungguhnya terjadi pada Nayra akhirnya menonton video-video dari Nay secara acak.  Dan ia menemukannya!  Di salah satu video, ada Rei serta Nayra yang memohon maaf dan meminta agar Angga tidak marah pada Nay karena gadis tersebut melakukan semua kebohongan itu demi saudara kembarnya!

CHAPTER 25

Mata Angga menatap lekat Nayra yang dalam video itu berkata,

“Lana melakukan semua kebohongan itu demi aku…”

Nay… bohong karena Nayra?

Angga benar-benar tak habis pikir.

“Rana…” ucap Nay khawatir.

Nayra memberi tanda dengan tangannya seolah ingin menegaskan bahwa dirinya tidak apa-apa.

“Angga, kamu tau?  Waktu aku pertama kali nemu facebookmu dan ngeliat foto-fotomu, entah kenapa aku ingin kenal kamu lebih deket lagi.  Angga kecil yang dulu kukenal sekarang sudah berubah, dan aku penasaran.”

Gadis itu sejenak mengatur nafasnya,

“Semakin lama aku ngeliat foto-foto kamu, jujur aku jadi suka sama kamu.”

Angga tertegun.

Nay nggak bohong...

“Tapi…,” Nayra menahan kata-katanya, “Entah kenapa, aku malu.  Aku nggak berani jujur sama kamu, aku takut bahkan untuk sekadar say hello ke kamu.  Karena itu, aku cuma berani follow kamu dan berharap kamu inget aku, teman kecilmu.”

* * *

(Catatan Penulis : untuk lebih memperkuat suasana, untuk adegan di bawah ini saya mencoba menawarkan instrumentalia “Only You” yang merupakan soundtrack dari serial Korea terkenal “Winter Sonata”.  Selamat berimajinasi!)

Nay sedang termenung di kamarnya.  Pikirannya menerawang, mengingat masa ketika Nayra meminta tolong padanya,

“Lana, kamu mau nolong aku?”

“Kenapa, Rana?”

“Lana, sudah beberapa hari ini aku ngeliat Ibu,” ujar Nayra.

Nay tercekat,

“Rana, kamu jangan ngomong yang seperti itu ya?  Kamu pasti sembuh.  Ibu ngeliat kamu karena Ibu ingin kamu sembuh.”

Nay teringat cerita bahwa ketika seseorang bisa melihat kehadiran dari kerabat yang sudah meninggal, maka itu merupakan pertanda usianya tidak akan lama lagi.

“Lana, aku minta maaf,” ucap Nayra.

“Kamu ngomong apa sih?  Jangan ngomong ngawur gitu,” Nay mulai menangis.

“Aku minta maaf sudah menyebabkan Ibu meninggal…”

“Rana, berapa kali sudah kubilang kalo itu takdir.  Takdir!”

Nayra mengarahkan pandangannya ke sudut ruangan,

“Mungkin.  Tapi tetap saja aku merasa bersalah ke kamu sama Ayah.  Tuh liat, Ibu tersenyum ngeliat kita.”

Nay memandang ke arah yang sama dengan Nayra,

“Ibu!” serunya, “Jangan ajak Rana!  Aku sudah kehilangan Ibu, aku nggak mau kehilangan Rana.  Please, Bu!  Please…”

“Sudahlah, Lana,” bisik Rana, “Aku cuma mau minta tolong sama kamu…”

“Rana…” Nay terisak.

“Aku masih ingin ngeliat kota masa kecilku.  Aku juga masih penasaran sama Angga.  Karena itu…”

Nayra memandang Nay, tangannya menggenggam erat jemari saudara kembarnya,

“Tolong, pergilah ke kota itu dan berpura-puralah menjadi diriku – teman masa kecil mereka.  Setidaknya, aku mungkin bisa merasakan apa yang kamu liat dan rasakan…”

Nay menggeleng.  Keras.

“Nggak!  Aku nggak mau!  Kamu pasti sembuh, Rana!  Kamu pasti sembuh dan bisa ke kota itu ketemu sama Angga!”

* * *

Angga mengusap airmata yang entah sejak kapan mengalir di pipinya.

“Jadi begitulah,” ujar Nayra dalam video tersebut, “Itu yang sebenarnya terjadi.  Aku yang minta Lana berpura-pura jadi teman masa kecilku dan mengalami amnesia.  Lana melakukannya demi aku.”

Nayra…

“Angga, aku benar-benar minta maaf.  Aku mohon, kamu jangan marah ke Lana.  Kalau mau marah, marahlah ke aku.”

Angga menggeleng.  Airmatanya mengalir semakin deras.

Bagaimana mungkin aku bisa marah ke kalian berdua?

Justru aku yang seharusnya minta maaf sudah berprasangka buruk ke kalian berdua.

Maafkan aku, Nayra, Nayla…

Angga menutup muka dengan kedua tangannya.

* * *

Di kamarnya, Nay menangis mengingat kenangan terakhirnya bersama Nayra.  Masih jelas dalam ingatannya, hanya beberapa saat setelah membuat video pengakuan dan permintaan maaf pada Angga, kondisi Nayra semakin drop.

* * *

“Rana!  Rana!  Kamu kenapa?!  RANA!!”

Nay panik!  Kepala Nayra mendadak terkulai, matanya terpejam, nafasnya semakin berat.

“RANA!” teriak Nay dan menoleh pada Rei, “Rei!  Rana kenapa?”

Rei buru-buru meletakkan handycam yang dipegangnya.  Dengan buru-buru pemuda itu menuju pintu depan, berusaha memanggil perawat, namun ia sadar bahwa saat ini dirinya tidak bisa bergerak dengan cepat.

Kalau saja kondisiku tidak selemah ini! Rutuknya dalam hati.

Di dalam kamar, Nay terus menekan bel sambil memeluk Nayra.

“Rana!  Rana!  Sadar, Rana!  Jangan tinggalin aku!” tangisnya, “Ibu!  Ibu!  Jangan bawa Rana!”

Di luar kamar, Rei dengan kursi rodanya berusaha memanggil perawat.  Ia tak mempedulikan rasa sakit di kepalanya.

“Suster!” teriaknya, “Tolong!”

* * *

Angga tercekat menyaksikan apa yang terekam dalam video itu.  Beberapa orang petugas medis memasuki kamar Rana.  Tak jelas apa yang mereka katakan karena suasana sangat mencekam ditingkahi jeritan panik Nay.

“RANA!!!”

Tok!  Tok!

Angga mendengar pintu kamarnya diketuk.

Siapa?

Ia mengusap sisa airmatanya lalu menuju pintu.

“Siapa?” ujarnya berusaha agar nada suaranya terdengar biasa.

“Angga, ini aku,” terdengar suara yang sangat dikenalnya.

Angga buru-buru membuka pintu kamarnya.

Ia melihat Nay, matanya sembab.  Sepertinya gadis itu habis menangis.

“Nay?”

“Angga, maafkan aku…  Maafkan aku untuk semuanya…”

Refleks, Angga memeluk Nay dengan sejuta penyesalan yang merasuki dadanya.

“Aku yang minta maaf, Nay.  Aku benar-benar minta maaf…”

(Bersambung)

Sadar akan kesalahannya, Angga akhirnya meminta maaf pada Nay - pacarnya.  Nay rupanya pernah mengalami kehilangan yang sangat membekas di hatinya, dan kebohongan yang dilakukannya adalah demi Nayra - saudara kembarnya.  Bagaimana hubungan Angga dan Nay ke depannya?  Ikuti terus chapter-chapter terakhir "Ada Cinta" Season I...

“Ada Cinta”, terbit dua kali dalam seminggu, Selasa dan Jumat…

Ada Cinta #26 : Kita Kuliah Bareng Yuk! |   Ada Cinta #1 : Siapa gadis Itu?

Sumber gambar : quoteeveryday.com
Tulisan ini masuk kategori “Fiksi” dan dipublish pertamakali di blog.ryanmintaraga.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun