[caption id="attachment_353354" align="aligncenter" width="600" caption="Jadilah orang yang terlihat! (sumber gambar : propertycasualty360.com)"][/caption]
"Lho? Kok bisa dia yang dapet jabatan itu? Padahal kamu 'kan lebih jago dari dia."
"Dia pasti pinter nyari muka makanya karirnya bagus."
"Orang nggak bisa apa-apa gitu kok bisa dapet jabatan?"
"Kalo cuma kaya' gitu aja, saya juga bisa!"
Mungkin kita cukup sering mendengar kalimat seperti di atas - sederet kalimat yang menggambarkan ketidak-puasan ketika sebuah jabatan ternyata diduduki oleh seseorang yang dianggap 'kurang kapabel'. Dan bukan melulu soal jabatan, kadang kita sendiri mungkin merasa 'lebih jago' dari rekan kerja kita - apalagi jika masa kerjanya belum lama. Tapi kenapa dia lebih dulu mendapat fasilitas? Kenapa dia terkesan lebih diistimewakan dibanding kita?
Well (sok nginggris biar keliatan intelek), sebelum kita menuduh yang bukan-bukan terhadap rekan kerja itu, izinkan saya mengemukakan pendapat saya bahwa :
"Ada kalanya kesuksesan seseorang (kenaikan gaji, fasilitas, jenjang karir, dsb) bukan semata ditentukan oleh kemampuannya, melainkan lebih ditentukan oleh seberapa terlihatnya dia di mata orang lain."
Maksudnya?
Pengalaman saya mengajarkan bahwa seandainya perusahaan/atasan harus memilih satu diantara sekian kandidat untuk menduduki jabatan tertentu, kecenderungan perusahaan/atasan adalah memilih seseorang yang sudah dia kenal.
Kok gitu? KKN dong?
Bukan. Itu manusiawi.
Dunia kerja adalah dunia tim, karena itu setiap anggota tim diharapkan bisa saling bekerjasama dengan baik. Dengan memilih seseorang yang sudah dikenal, perusahaan/atasan tentu berharap agar ybs bisa langsung melebur dan bekerjasama dengan anggota tim yang sudah ada. Selain itu, dengan memilih seseorang yang sudah dikenal, setidaknya perusahaan/atasan sudah tidak perlu lagi menebak-nebak karakter si kandidat.
Bagaimana dengan kemampuan? Jujur saja, perusahaan/atasan pasti sudah menganggap kedua kandidat memiliki kemampuan yang sama.
Pengalaman saya pribadi semasa bekerja di beberapa perusahaan juga mengajarkan hal yang sama :
"Jadilah orang yang terlihat bila ingin maju"
Tentu pengertian 'terlihat' di sini bukan berarti kita 'menjilat' atasan atau selalu menuruti keinginan atasan, melainkan menempatkan atasan sebagai sesama manusia - bahkan apabila atasan kita tergolong manusia yang gila hormat. Tak perlu menghindar setiap kali berpapasan dengan beliau meski juga tak perlu berlebihan menghormatinya. Sewajarnya saja, bahkan sekadar senyum dan anggukan kepala sudah cukup membuat kita 'terlihat' oleh atasan.
Jika kita 'terlihat' oleh atasan, tentu saat penilaian, atasan akan berpikir,
Oh, anak ini 'kan yang suka negur kalo pas kita ketemu di kantin.
Sebaliknya jika kita 'tak terlihat' oleh atasan, bisa-bisa yang ada di pikirannya adalah seperti ini,
Lho lho. Ini siapa ya? Memang saya punya anak buah yang namanya si ini ya?
Kalo atasan sendiri aja nggak kenal, bisa berabe kita hehehe...
Strategi yang Bisa Dipraktekkan di Mana Saja
Sebenarnya strategi untuk bisa 'terlihat' ini tidak cuma berlaku di dunia kerja, bahkan di dunia maya seperti Kompasiana, strategi ini bisa dipraktekkan.
Tak bisa dipungkiri bahwa salah satu pemacu semangat menulis di sini adalah fakta bahwa tulisan kita dibaca oleh orang lain, ide/gagasan yang kita lontarkan ternyata nyampe ke orang lain - terlepas dari apakah si pembaca setuju atau tidak.
Manusiawi bila kita merasa 'kalah' dan 'tak berguna' ketika tahu bahwa tulisan kita hanya dibaca segelintir orang. Sayangnya sebagian penulis menempuh jalan yang - menurut saya - kurang tepat ketika dihadapkan pada sedikitnya jumlah pembaca. Alih-alih beranjangsana ke tulisan orang lain (mengenalkan diri sekaligus nitip link, sah kok, kan promosi), ybs malah membombardir Kompasiana dengan lebih banyak tulisan. Ibarat penyanyi yang belum terkenal tapi jor-joran mengeluarkan album baru setiap bulan, pada akhirnya energi kreatifnya sudah habis namun dirinya tak kunjung dikenal orang, bahkan karya-karyanya tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Karena itu akan lebih baik bila kita lebih sering bertamu ke lapak orang, membaca tulisannya sampai tuntas tas tas, kemudian meninggalkan komentar dengan baik. Tak harus setuju dengan pendapat si penulis, tapi sampaikanlah dengan bahasa yang baik. Saya yakin kok, lama-lama penulis yang seperti ini akan 'terlihat' di Kompasiana, bahkan di mata admin. Jika sudah 'terlihat', orang pasti sesekali akan melirik tulisan kita - termasuk admin. Jika dirasa memenuhi syarat, bukan tidak mungkin tulisan kita akan di-HL, TA, FA, atau setidaknya masuk Highlight.
Kembali lagi ke soal, "Bukan semata kemampuan yang membuat kita sukses, tapi seberapa terlihat kita di mata orang lain".
Mari kita saling memperlihatkan diri!
Maaf, saya tak bermaksud menggurui, hanya sekadar sharing berdasar pandangan pribadi. Semoga tulisan saya bermanfaat, selamat berakhir pekan!
Tulisan ini masuk kategori “Karir” dan dipublish pertamakali di kompasiana.com, copasing diizinkan dengan mencantumkan URL lengkap posting di atas atau dengan tidak menghapus/mengedit amaran ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H