Hai, perkenalkan saya Ryan. Saya adalah seorang Warga Negara Indonesia yang merayakan tahun baru Imlek. Perayaan Imlek menyimpan kebahagiaan tersendiri serta telah menjadi tradisi turun-menurun bagi saya dan keluarga. Dengan baju serba merah, kami berkumpul untuk makan malam yang meriah di restoran favorit kami.
 Imlek tentunya tidak afdal jika tidak dilengkapi dengan pemberian angpao serta melihat pertunjukkan Barongsai. Sosok berkaki empat, dengan kepala besar serta mata yang selalu berkedip. Bentuk pertunjukkan yang unik serta seru untuk ditonton. Namun, semua ini berubah sejak sang Korona menyerang. Dengan ketatnya pembatasan jarak antar manusia, hal-hal yang memeriahkan disaat perayaan Imlek pun ikut pupus.Â
Tanggal 12 Februari 2021. Saya terbangun pada pukul 07.13 WIB. Memandangi langit-langit rumah sembari meregangkan tubuh di atas kasur. Seperti hari-hari biasa lainnya, saya memeriksa notifikasi handphone. Notifikasi itu memberikan pesan mengenai hari raya tahun baru Imlek. Sang Korona telah membawa saya ke Bulan, dengan zona waktunya tersendiri. Saya bahkan melupakan tanggal yang cukup penting ini.Â
Namun, memang tidak ada rencana spesial yang dipersiapkan sebab saya dan keluarga sadar bahwa disaat pandemi, alangkah lebih baiknya jika tidak keluar rumah. Rutinitas sehari-hari pun berlanjut. Meskipun tahun baru imlek pada hari itu tidak semeriah biasanya, saya cukup senang karena tetap menjalankan beberapa tradisi imlek. Penasaran dengan tradisi-tradisi itu? Berikut lima tradisi diantaranya.
Pertama, Menggunakan Pakaian Serba Merah
Konon katanya, terdapat makluk bernama Nian yang kerap menyerang perdesaan di tanah Tiongkok setiap tahunnya. Nian merupakan hewan menyerupai banteng dengan gigi taring yang panjang. Nian sangat senang merusak sawah warga, memangsa hewan ternak dan bahkan manusia. Untungnya, para penduduk mengetahui kelemahan binatang buas ini. Nian sangat takut dengan api, suara bising dan warna merah. Oleh sebab itu, warna merah disaat imlek melambangkan keberuntungan dan kebahagiaan karena berhasil mengusir Nian.Â
Kedua, Pemberian "Angpao"
Nominal dari angpao biasanya akan menghindari unsur angka 4. Dalam tradisi Tionghoa, angka 4 mengartikan kata "Mati" sehingga dianggap membawa sial. Angka 8 memiliki makna yang lebih bagus, yakni kaya dan beruntung sepanjang hidup, melihat angka 8 yang tidak memiliki awal dan akhir. Hari itu saya memperoleh angpao dari ayah, ibu, kakek dan nenek. Lumayan, uangnya bisa untuk jajan cilok Pak Saipul di warung sebelah.Â
Ketiga, Makan Keluarga dengan Makna di Setiap Hidangannya
Keempat, Larangan untuk Bersih-Bersih Rumah dan Membuka TokoÂ
Selain itu, terdapat pantangan untuk membuka toko di saat hari raya ini. Barang siapa yang membuka toko di hari raya, ia tidak akan pernah berhenti bekerja hingga akhir hayatnya. Begitulah kata kakek dan nenek saya. Suatu tradisi yang unik dan menarik, serta melegakan. Untunglah perayaan imlek hanya sekali dalam setahun. Bayangkan jika perayaan imlek dilakukan setiap hari. Bisa-bisa rumah saya menjadi sarang tikus dan saya tidak dapat pemasukan karena menutup toko.Â
Kelima, Menonton Pertunjukkan Barongsai dan Naga
Itulah kelima tradisi yang umum dilakukan oleh keluarga saya. Mungkin diantara kalian juga ada yang melakukan beberapa hal diatas. Suasana imlek tahun 2021 ini memang sangatlah berbeda dibandingkan perayaan di tahun-tahun sebelumnya. Namun, semua itu terjadi dengan tujuan agar Sang Korona dapat segera angkat kaki dari Bumi. Semoga tahun depan, kita dapat merayakan imlek dengan meriah dan tidak bersama Korona.Â
Akhir kata, selamat tahun baru Imlek bagi saudara-saudara yang merayakan. Semoga keberuntungan dan kesuksesan dapat bertambah di tahun yang baru ini. Gong Xi Fa Cai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H