Mohon tunggu...
Ryan Martin
Ryan Martin Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Kedokteran Gigi

Berbagi Pengalaman, Perasaan, Pemikiran dan Kisah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pesan Awan: Sedang Apa Kalian, Wahai Manusia?

8 Februari 2021   11:14 Diperbarui: 8 Februari 2021   22:45 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dibuat secara pribadi oleh penulis, Ryan Martin

Apa yang sedang mereka lakukan? Berkendara berkeliling kota, memasuki gedung, berdiam didalamnya selama beberapa jam, lalu keluar dan kembali ke tempat asalnya. Ada juga yang berjalan berkeliling mencari orang lain untuk membeli produknya. Ada yang hanya terduduk diam di dalam ruangan, memandangi layar kecil berwarna-warni di dalam kamarnya. Suatu rutinitas yang berbeda-beda, namun memiliki pola tersendiri untuk masing-masing individu.

 Apakah mereka akan bahagia dengan melakukan semua repetisi itu selama bertahun-tahun? Apa yang sebenarnya mereka kejar hingga melakukan itu semua? Entahlah. Siapakah aku ini hingga harus mempertanyakan tujuan mereka? Aku hanyalah kumpulan embun air yang terevaporasi hingga menjadi "buntalan kapas", yang tergantung di atmosfer bumi. Lebih baik aku mempertanyakan diriku sendiri.

Mengapa aku tercipta? Secara sains, mungkin kalian dapat mempelajarinya sebagai siklus air. Namun terkadang aku bingung dengan keseharianku yang sebenarnya tidak berbeda jauh dengan makhluk hidup dibawah sana. Hanya berterbangan, bergerak sesuai dengan mata angin membawaku. Menjalani keseharian yang berulang. Bingung akan apa yang sebenarnya menjadi keinginanku. Apakah aku bahagia dengan keseharianku?

 Pertanyaan yang membingungkan untuk ditanyakan kepadaku. Aku tidak mengalami kekurangan, pun tidak mengalami kelebihan, namun hari-hariku cukup membosankan. Meskipun aku dapat melihat pemandangan alam yang indah setiap hari, namun sesuatu yang dilakukan berulang pasti akan menimbulkan kejenuhan. Untunglah, selalu ada tontonan menarik yang mewarnai keseharianku. Mungkin tidak selalu indah. Terkadang menyedihkan, menegangkan, menyeramkan dan bahkan menjijikan. Hal-hal menarik yang dilakukan makhluk hidup dibawah sana. Makhluk hidup yang dikenal dengan kepintaran dan kreativitasnya. Dikenal pula dengan keserakahan dan sifat egoisnya. Makhluk hidup yang dikenal sebagai "Manusia". 

Memperhatikan mereka bagaikan menonton drama yang tidak kunjung tamat, namun tidak pernah kehilangan daya tarik juga. Berbeda dengan manusia, aku dapat menonton drama ini secara live tanpa memerlukan perantara kotak warna-warni. Beribu episode telah aku tonton dan aku selalu terhibur. Manusia adalah makhluk yang unik. Beberapa diantara mereka memiliki hati yang sangat baik bak malaikat penjaga gerbang Surga, namun beberapa yang lainnya sangat keji hingga tidak terbayangkan bagaimana makhluk itu dapat melakukannya. Plot twist yang disajikan pun tidak pernah gagal membuatku terpanah. Bahkan terkadang drama ini dapat membuat diriku marah dan juga terharu, hingga tidak sadar bahwa emosiku ini dapat membawa musibah kepada manusia. Haruskah aku meminta maaf?

Aku tidak mau meminta maaf. Jangan salahkan keegoisan diri ini. Aku hanya sedikit meniru kalian, wahai manusia. Aku terbawa perasaan karena drama yang kalian pertontonkan padaku. Tontonan terlucu bagiku adalah mengenai penebangan hutan dan pembakaran lahan. Disana, aku melihat bahwa manusia memang memerlukan lahan dan kayu, namun apakah perlu sebanyak itu? Padahal, mereka sudah mengetahui dampak buruknya, seperti kurangnya daerah resapan dan hancurnya rumah tinggal untuk makhluk hidup lain. Mereka sendirilah yang akan mengalami kerugian dalam jangka panjang. Suatu ironi. Namun, bukan disana letak kelucuannya. 

Plot twist terjadi ketika seorang manusia yang mencuri sebatang kayu dari manusia yang menebang kayu, kemudian dihukum dengan tegas. Padahal jika aku lihat dari jasnya, perusahaan penebang kayu ini tidak akan mengalami kerugian besar jika kehilangan 1 batang kayu. Berbeda halnya ketika manusia berdasi yang mencuri alat tukar di dunia manusia. Alat tukar yang sangat disenangi oleh mereka, yang disebut sebagai uang. Manusia berdasi ini sangat merugikan, namun tidak dihukum setegas pencuri sebatang kayu itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah pencuri kayu dan pencuri uang memiliki jenis hukuman yang berbeda? Entahlah, namun hal ini sangat lucu untuk ditonton sebagai genre politik. Plot twist lainnya adalah ketika makhluk hidup selain manusia datang ke lahan yang telah dibakar oleh manusia. Mereka yang rumahnya diambil secara paksa oleh para manusia, justru mendapat ganjaran yang mematikan. Mereka yang hanya ingin memperoleh sedikit makanan, dimana seharusnya memang disana tempat mereka mencari makan, malah dibunuh. Tontonan paling keji dari plot twist drama ini adalah ketika seekor gajah yang meminta makanan dari seorang manusia, tapi malah diberikan bahan peledak. Aku membayangkan perasaan makhluk gajah ini. Kepercayaan yang ia miliki pada manusia itu, hancur bersamaan dengan tengkorak kepalanya. Aliran sungai yang dipijaknya menjadi merah diwarnai dengan darah dan serpihan otak serta daging sang gajah. Sungguh suatu genre thriller yang sangat membuat embunku menguap. Plot twist tidak berhenti disana. Ternyata gajah ini sedang mengandung anak gajah. Aku kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan episode ini. Tontonan yang sangat keji nan menarik. 

Berbicara mengenai Ironi, terdapat satu episode yang tidak dapat aku lupakan. Episode ini menceritakan mengenai seorang manusia yang menampung bayi-bayi yang ditelantarkan oleh manusia yang melahirkannya. Suatu bentuk kebaikan untuk kebodohan manusia lain. Ketika manusia yang tidak bertanggungjawab ini membuang bayinya, manusia lain yang merawatnya. Ironinya terletak pada rasa kemanusiaan yang sungguh kontras dalam satu peristiwa. Satu membuang, satu merawat. Dari sini, aku dapat melihat sisi baik, juga sisi jahat manusia. Manusia baik ini membuat suatu kotak hangat untuk para manusia jahat yang ingin "membuang" bayinya. Ketika kotak ini telah terisi, maka manusia baik ini akan mengangkut bayi itu dan langsung memberikannya susu dan segala perlengkapannya. Manusia adalah makhluk yang lucu. Terkadang, mereka membuat "masalah"yang tidak dapat mereka selesaikan. Mungkin oleh sebab ini, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Mereka saling memerlukan satu sama lain. 

Aku sangat menyukai semua hal yang dilakukan manusia, kecuali satu hal. Hal itu adalah kendaraan serta rumah-rumah berasap yang mereka gunakan. Aku melihat semua makhluk hidup dapat berjalan dengan tungkainya, namun manusia berbeda. Mereka memerlukan kendaraan beroda agar dapat bergelinding lebih cepat menuju tujuan mereka, dimana setelah urusan mereka selesai, mereka akan kembali ke rumahnya. Aktivitas pengulangan yang membosankan untuk aku tonton, namun sangat mengganggu untuk dirasakan. Asap ini mengandung banyak zat berbahaya bagi makhluk hidup dan juga bumi. Salah satu zat itu adalah nitrogen oksida yang dapat "melubangi" atmosfer. Tolong, jika ingin merusak diri sendiri, maka jangan libatkan aku. Jangan hancurkan aku seperti gajah itu. Jika atmosfer rusak, maka diriku juga akan rusak. Jika aku saja rusak, apalagi dengan kalian para manusia? 

Kembali pada pertanyaan diawal. Apakah aku bahagia dengan keseharianku? Setelah menceritakan beberapa episode menarik dari drama manusia, aku menjadi sadar bahwa mungkin aku cukup senang dengan keseharianku. Entah apa yang aku lakukan jika tidak ada tontonan dari manusia. Aku mungkin hanya akan mengonsumsi Samyang sembari terbang sesuai keinginan mata angin. Mengapa aku tidak menonton sembari makan? Karena aku tidak dapat multitasking. Itu hal yang sulit bagiku. Wahai manusia, jangan lupa untuk terus berkarya, apapun itu karyanya. Aku sangat menantikan episode-episode menarik lainnya dari kehidupan kalian. Hingga saat itu tiba, sampai jumpa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun