[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="The Raid : Redemption"][/caption]
Berlebihan adalah kata pertama yang muncul dikepala ketika mendengarkan komentar-komentar bombastis dari film The Raid. Ditengah maraknya euforia film horor yang menjual kemolekan tubuh pemainnya dan juga film bergenre drama atau komedi yang diangkat dari novel, The Raid mampu menjadi sebuah alternatif yang patut diperhitungkan. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa terbitnya film ini adalah sebuah terobosan perfilman Indonesia.
Genre aksi yang diusung tidak dipermalukan oleh lakon dari para pemainnya. Badai peluru, hujan pukulan dan tendangan, lengkap dengan pemandangan bersimbah darah mewarnai adegan demi adegan film ini. Bagi anda yang berharap akan film yang realistis penuh gerak pertarungan dan mengundang decak kagum, boleh jadi The Raid adalah jawabannya.
Dikisahkan mengenai penyergapan polisi ke apartemen yang merupakan tempat tinggal penjahat-penjahat yang berada dibawah asuhan Tama (Ray Sahetapi). Tama adalah legenda dunia kejahatan di Jakarta yang memiliki dua ajudan setia yaitu Mad Dog (Yayan Ruhian) dan Andi (Doni Alamsyah). Apartemen tersebut adalah tempat pengolahan obat terlarang yang menjadi pusat gerak kerajaan Tama. Belum pernah ada penyerbuan yang berhasil menjatuhkan komplotan tersebut. Tugas para polisi tersebut adalah untuk menjalankan tugas mustahil yang belum dapat tercapai : menghentikan kerajaan Tama. Ditengah minimnya sumber daya dan kebusukan terselubung saat penyergapan itu, satuan polisi yang dipimpin oleh Jaka (Joe Taslim), tempat Rama (Iko Uwais) bertugas mengalami krisis yang menunjukkan bahwa tugas tersebut mustahil untuk dilakukan.
The Raid menawarkan pertarungan demi pertarungan olah badan yang mampu memesonakan mata dan menarik gumaman terpana. Dengan efek yang realistis dan juga peran para figuran yang cukup baik dalam memerankan perannya membuat film ini terasa lebih hidup. Tidak lupa dengan pengambilan sudut kamera yang dikemas apik, membuat tiap adegan menjadi semakin nikmat untuk sekedar diintip. Properti yang digunakan pun cukup detail. Dimulai dari seragam, persenjataan, mobil lapis baja, sampai ke keadaan apartemen yang menunjukkan kediaman para penjahat pun diperhatikan dengan cermat. Bahkan ada beberapa dialog yang mungkin tidak dimaksudkan untuk kepentingan melucu, namun menarik gelak tawa para penonton. Satu faktor lain yang mengundang tawa atau bahkan hanya sekedar senyum, adalah tingkah laku, ekspresi wajah, dan juga ucapan Mad Dog. Terutama saat adegan Mad Dog menyeret mayat kemudian menunggu lift bersama Doni dan bahkan saat adegan-adegan pertarungannya.
Selama masih ada cahaya di dunia ini, maka akan ada bayangan pula yang timbul dari benda yang disinarinya. The Raid tentu mencuat tidak null kekurangan. Entah apakah untuk menghemat durasi film atau memang dirancang seperti itu, namun prolog film ini terasa sangat cepat. Mendadak saja Rama sudah berada di dalam mobil lapis baja untuk menyerbu apartemen Tama. Sama halnya dengan epilog yang disajikan. Bagian ini dirasa terlalu terburu-buru sehingga seperti tidak dapat mengimbangi bagian isi dari film ini dengan baik. Selain itu masih ada beberapa kekurangan dalam adegan pertarungan dan juga dari kemampuan beradu akting dari para pemainnya. Namun kekurangan itu seperti terlihat semu ditutupi oleh dahsyatnya aksi yang dipresentasikan.
The Raid memberikan angin segar bagi perfilman Indonesia. Film yang memusatkan pada aksi ini dapat memenuhi ekspektasi menggelora dari para pecinta film Indonesia yang mendambakan sesuatu yang berbeda, menegangkan, dan yang paling penting berkualitas. Penuh dengan adegan kekerasan yang realistis membuat The Raid diperuntukkan untuk penonton berusia 18 tahun keatas. Sebenarnya sudah banyak film yang berkualitas di Indonesia saat ini, namun sepertinya tidak ada salahnya untuk menarik nafas dalam-dalam dan berkata, "Akhirnya ada film Indonesia dengan kualitas luar biasa yang bisa mengguncang dunia perfilman." Mungkin ini dapat menjadi salah satu tamparan keras untuk oknum-oknum perfilman yang hanya bertujuan profit dan menjual cerita horor dan payudara di layar lebar untuk lebih peduli dan membuat film dengan kualitas yang mutakhir.
Juga ditulis DISINI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H