Indonesia menghasilkan banyak lulusan informatika di setiap tahunnya, akan tetapi menurut data riset McKinsey, “Di tahun 2030 kita akan kekurangan 10 juta talenta digital. Ironinya, Indonesia ini berlimpah SDM. Kita bukan kekurangan orang, tapi kekurangan skill.” tutur Founder dan CEO Alkademi.id Dyan R Helmi dalam program Gasskeun Startup #3 bertema Indonesia Darurat Tenaga IT yang tayang di detikcom.
Beliau menyebut dari 600 ribu lulusan informatika hanya 2 persen dari jumlah tersebut yang menekuni dan terjun di bidang IT. Hal ini membuat Indonesia mengalami krisis tenaga IT. Padahal saat ini perkembangan teknologi dan digitalisasi lagi gencar gencarnya.
Apa yang membuat hal ini bisa terjadi?
Kali ini saya akan menyampaikan opini saya mengenai kondisi ini, dan mengapa ini bisa terjadi. Menurut saya ini kondisi ini terjadi karena mahasiswa terlalu mengandalkan materi dari kampus mereka, bukan berarti saya menjelekkan kampusnya tetapi jika hanya mengandalkan materi dari kampus saja sangat kurang, karena materi tersebut hanya sebagian kecil dari apa yang kalian bisa jelajahi tentang dunia coding.
Lalu jika melihat sekitar saya, mahasiswa itu hanya menganggap coding sebagai tugas saja, bukan untuk memahami tujuan dari coding tersebut. Jika tugasnya selesai, maka codingnya juga selesai. Apalagi banyak juga mahasiswa yang tidak melakukan riset mengenai apa yang mereka butuhkan di pekerjaan saat mereka lulus.
Selain itu, ada juga faktor kemungkinan bahwa coding itu sulit. Jadi, banyak juga lulusan IT yang banting setir ke bidang pekerjaan yang lain. Terlebih lagi di era AI ini, mahasiswa cenderung untuk mengcopy-paste dari AI, ini membuat kita semakin malas untuk melakukan problem solving dan menurunkan kreatifitas kita saat melakukan coding.
Bagaimana cara mengatasinya?
