Ada banyak ulasan tentang korupsi beredar di tengah masyarakat. Kajian-kajian tentang perilaku korupsi, wacana pemberantasan korupsi, kiat-kiat menghindari korupsi ditawarkan dalam pendidikan anti korupsi di sekolah-sekolah sampai jenjang seminar tingkat tinggi. Namun hingga kini karya-karya korupsi tetap saja menjadi topik hangat dalam wacana publik.
Wacana publik seringkali dihiasi dengan OTT, proyek mangkrak, proyek fiktif, mark-up, korupsi pengadaan dan dana sosial, juga kegiatan suap-menyuap dan jual-beli jabatan. Kejahatan ini dinarasikan dalam bentuk kemarahan, cemoohan dan lelucon oleh masyarakat.
Belakangan kenikmatan berwarga negara diganggu dengan adegan flexing para penikmat gaji pejabat yang cenderung dikaitkan hasil korupsi. Masyarakat pun masuk dalam suasana cancel culture dan call out culture, di mana mereka hadir sebagai pengawas atas kegiatan pamer-pamer harta di media sosial yang dilakukan oleh para pejabat.
Satu pertanyaan dasar yang belum bisa terjawab dengan baik adalah alasan mengapa orang melakukan korupsi?
Menurut UU No. 31/1999 dan UU No.20/2001 yang termasuk dalam kategori korupsi ialah merugikan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Korupsi dalam pengertian UU ini didefinisikan sebagai perbuatan pejabat publik yang menyalahgunakan jabatan, wewenang, dan kekuasaan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan berakibat pada kerugian negara.
Korupsi adalah kejahatan kerah putih karena melibatkan struktur dan ritme yang pasti. Kejahatan korupsi merupakan kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang berpendidikan tinggi, memiliki posisi strategis dan mempunyai pengaruh dalam hal akses hukum untuk menutupi perilaku menyimpang ini.
Dalam novel Lapar Karya Knut Hamsun, kita dihadapkan dengan tokoh Aku yang tegas menolak untuk bersikap curang meskipun hidupnya dihimpit oleh rasa lapar yang mengerikan. Knut Hamsun adalah penulis Norwegia yang pernah memenangkan nobel kesusastraan tahun 1920 untuk karyanya yang berjudul Growth Of The Soil. Sult (Lapar) adalah salah satu dari sekian karya terbaiknya yang terbit pada tahun 1890.
“ satu-satunya hal yang menggangguku, walapun aku merasa muak, adalah rasa lapar. Aku mulai merasakan suatu kegairahan akan makanan, suatu keserakahan yang mendalam, yang makin lama makin buruk. Ada sesuatu yang terus menerus menggerogoti dadaku, yang seakan –akan bekerja secara bisu dan ajaib di dalam. Barangkali ada selusin binatang yang sangat kecil yang meletakan kepala ke satu arah dan memakan sedikit, lalu kepalanya diletakan ke arah yang lain dan menggerogoti sedikit lagi, tanpa mendesak atau menerjang, dan meninggalkan terowongan-terowongan kosong di mana-mana…”
Dalam Lapar ini, kita menemukan sebuah kenyataan bahwa korupsi adalah tindakan yang memuakkan sebenarnya bagi si pelaku. Tetapi sistem menuju lapar itulah yang menyebabkan pelaku korupsi tidak boleh berhenti dari kenyang. Kegairahan dan kerangkahan yang mendalam makin dalam dan makin buruk
“aku mengepalkan tanganku dengan putus asa, mulai meratap karena tidak berdaya dan menggerogoti tulang itu seperti seperti orang gila; aku menangis sehingga tulang itu menjadi basah dan kotor karena air mata, muntah, memaki-maki, dan mulai menggigit lagi, menangis meraung-raung, dan muntah sekali lagi. Dengan suara keras dan jelas kusumpahi semua kuasa dunia agar dibakar dalam api jahanam neraka….”