Pagi tadi sekitar pukul 08.00,saya menumpang sebuah Taxi dari Malang menuju Desa Donomulyo untuk mengunjungi keluarga yang sakit.Saya berangkat cukup pagi,karena jarak antara Kota malang dan Desa Donomulyo cukup jauh.Dalam perjalanan tersebut,Radio Taxi memberitakan penagkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),Bambang Widjayanto.Sesampainya di Desa Donomulyo,saya mulai mengikuti berbagai pemberitaan penangkapan tersebut melalui dua Televisi besar yaitu Metro TV dan TV One.
Penangkapan Wakil Ketua KPK,Bambang Widjayanto dilakukan ketika Bambang Widjayanto selesai mengantarkan anak perempuannya ke sekolah.Sekitar pukul 06.30 WIB,Bambang Widjayanto dari kediamannya di Kampung Bojong,Sukamaju,mengantarkan anaknya ke sekolah di SDIT Nurul Fikri yang terletak di Jalan Kompleks Timah,Tugu,Kota Depok dengan menggunakan mobil Izuzu Panther B 1559 EFS.Rupanya aparat dari Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Mabes Polri) telah membuntuti Bambang Widjayanto dari rumah hingga ke tempat sekolah anaknya.Sekitar pukul 07.30 WIB ketika Bambang Widjayanto keluar dari SDIT Nurul Fikri hendak menuju rumahnya untuk mempersiapkan diri ke kantor KPK,tepatnya di depan Butik Rifa,mobil Bambang dihentikan dan anggota Bareskrim melakukan penangkapan.Bambang Widjayanto,ditangkap dengan tuduhan diduga memerintahkan para saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam persidangan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Waringin Barat,Kalimantan Tengah,di Makhamah Konstitusi (MK) pada tahun 2010.
Menilai Respon Publik
Penangkapan terhadap Wakil Ketua KPK,Bambang Widjayanto tentu saja membuat publik terhenyak dan bereaksi keras atas tindakan tersebut.Massa pegiat anti korupsi,langsung bergerak menuju Gedung KPK untuk memberikan dukungan bagi KPK dengan slogan "SAVE KPK" atau "Selamatkan KPK".Aksi unjuk rasa langsung merebak di berbagai daerah dengan slogan yang sama.Di Makasar misalnya,para mahasiswa melakukan aksi menyalakan lilin untuk mensupport KPK.Butet Kertarajasa seorang tokoh yang cukup kritis,mengatakan secara terbuka bahwa penangkapan terhadap Bambang Widjayanto adalah "Muslihat Polri".
Respon publik yang luar biasa ini,sama sekali tidak terlihat ketika KPK menetapkan Komisaris jenderal Polisi (Komjen Pol) Budi Gunawan yang merupakan Calon Kapolri sebagai tersangka dalam kasus "Rekening Gendut".Publik sama sekali tidak melakukan pembelaan yang real dengan mungkin meneriakkan slogan "Save Polri" sebagai bentuk pembelaan terhadap Komjen Pol Budi Gunawan.Justru pembelaan tersebut dilakukan oleh anggota DPR RI dan elit politik lainnya yang "memiliki kepentingan" ketika Komjen Pol Budi Gunawan menjadi Kapolri.
Keberpihakan rakyat terhadap KPK dalam kasus penangkapan terhadap Wakil Ketua KPK,Bambang Widjayanto memperlihatkan bahwa kepercayaan rakyat terhadap KPK lebih tinggi bila dibandingkan dengan kepercayaan rakyat terhadap Polri.Keberpihakan rakyat terhadap KPK ini tentunya sangat beralasan.KPK dianggap oleh publik sebagai sebuah lembaga yang lebih independen,profesional dan berhasil dalam upaya pemberantasan korupsi.Kita tidak dapat memungkiri fakta bahwa kinerja Polri dalam pemberantasan korupsi jauh dari harapan publik hingga saat ini sekalipun Polri meberikan berbagai argumentasi atau alasan.
Upaya Kriminaliasi Pimpinan KPK
Saya juga masyarakat lain tentunya layak mempertanyakan penangkapan terhadap Wakil Ketua KPK,Bambang Widjayanto.Pertanyaannya adalah apakah penangkapan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penetapan tersangka terhadap Calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan?Saya juga masyarakat lain akan merasa sangat ragu dengan independensi Polri dalam penangkapan terhadap Bambang Widjayanto sebab sebelumnya KPK telah menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan yang merupakan calon tunggal Kapolri sebagai tersangka.Bukan hal yang baru di Republik ini,ketika penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK menjangkau pejabat Polri,kemudian Polri mulai "bereaksi".Publik dan saya tentu saja tidak akan pernah lupa pada kasus "Cicak dan Buaya" ketika Susno Duadji tersandung kasus hukum dan berupaya mengkriminalisasi pimpinan KPK yakni Bibit dan Chandra.Publik dan saya juga tidak akan pernah lupa bagaimana upaya kriminalisasi terhadap penyidik KPK yang berasal dari Mabes Polri "Novel Baswedan" dalam kasus Simulator Sim yang melibatkan Kepala Korlantas Mabes Polri.Saya dan publik tentunya akan menjadikan kasus "Cicak dan Buaya",juga kasus "Novel Baswedan" sebagai cermin untuk menilai independensi Polri dalam penangkapan Wakil Ketua KPK,Bambang Widjayanto.
Bila kita cermat melihat beberapa peristiwa setelah KPK menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka yang memaksa Presiden Jokowi mengambil keputusan menunda pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri sekalipun dalam status tersangkanya tetap didukung oleh DPR RI,maka kita akan menemukan beberapa peristiwa menarik antara lain :
- Pembelaan yang dilakukan oleh elit DPR RI dan Presiden Jokowi terhadap Komjen Pol Budi Gunawan.Pembelaan DPR RI ini terlihat dengan nyata dalam keputusan menerima pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.Mereka pun tampil di berbagai media untuk merasionalisasikan kepada publik melalui berbagai argumentasi yang secara prinsip adalah bentuk pembelaan terhadap Komjen Pol Budi Gunwan.Sedangkan pembelaan dari Presiden Jokowi adalah tetap mencalonkan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri sekalipun tahun bahwa KPK telah memasukannya dalam daftar merah ketika namanya muncul dalam daftar calon menteri.Pembelaan lain yang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah menunda pelantikan.
- Foto "rekayasa" Abraham Samad dan Elvira Devinamira Wirayanti yang merupakan Putri Indonesia 2014.
- Serangan Hasto Kristianto politisi dan pelaksana tugas Sekjen PDIP terhadap Abraham Samad Ketua KPK.