Mohon tunggu...
Ryanda  Noor Pradana
Ryanda Noor Pradana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa jurusan tafsir dan ulumul Quran fakultas ushuluddin universitas Al-Azhar kairo mesir

Ryanda noor

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilihan Pemimpin Secara “Demokrasi” bukan Tanpa Batas

9 Oktober 2016   15:05 Diperbarui: 9 Oktober 2016   15:14 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada minggu-minggu ini marak dibicarakan khususnya media elektronik maupun media cetak akan pemilihan gubernur di setiap daerah baik jawa timur, jawa tengah, Jakarta dan seluruh provinsi di Indonesia. Sejalan dengan adanya pemilihan maka disitu akan muncul banyak kontroversi antar calon bakal gubernur yang akan dipilih. Mereka berlomba-lomba menarik simpatisan untuk memilih dan mendukung mereka dalam pemilu tersebut. Hal semacam ini merupakan suatu adat bagi negara kita untuk menarik simpatisan dengan berbagai cara. 

Dari pemberian harapan yang tinggi bagi masyarakat, mengadakan kegiatan dalam rangka kampaye dan bahkan dengan cara memberikan uang atau kaos bagi warga yang memilihnya. Fenomena semacam ini bukan hanya pada saat pemilihan gubernur.melainkan Pemilihan kepala desa pun juga sering terjadi seperti ini. 

Sistem pemilihan yang dianut oleh negara ini ialah “demokrasi” setiap warga memilih sesuai kehendak masing-masing sesuai dengan pemikiran, pendapat dan keputusan mereka dalam memilih dimana semua perihal yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam masa-masa pemilihan akan muncul banyak kriteria bagi setiap warga dalam pemilihan tersebut  ada yang karena memang dari hati nuraninya, ada yang diberi uang, ada yang karena dia golongan partai calon pemimpinnya dan bahkan ada yang asal saja. Maka fenomena yang ironi telah terjadi dalam pemilihan. 

Kampanye yang dalam esensinya yakni memberikan, menyiarkan visi dan misi terkadang juga menjadi salah satu media untuk membuka aib bahkan menjatuhkan satu sama lain. Hal-hal yang belum terungkap akan terungkap ketika masa-masa kampanye. Maka arti demokrasi selama ini telah diselewengkan oleh banyak orang. 

Demokrasi berarti dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Akan tetapi dalam konteks pemilihan seorang pemimpin maka banyak kriteria yang harus dimiliki baik agama, keikhlasan, dapat dipercaya, bertanggung jawab, kebijaksanaan, ketegasan, lalu memilki komitmen yang tinggi untuk benar-benar mengabdi untuk negeri ini dan lain sebagainya. Perihal tersebut sering diabaikan, maka arti demokrasi diartikan sebagai kebebasan. Bebas dalam berkampanye. Menggunakan banyak cara dalam kampanye. Yang terkadang tidak bisa dipertanggung jawabkan oleh pemimpin itu sendiri. 

Maka arti demokrasi janganlah dijadikan suatu kebebasan untuk memilih, berkampanye terutama dalam hal pemilihan seorang pemimpin. Pemimpin adalah sosok terpilih karena keteladanannya, keikhlasannya, dedikasinya terhadap negeri ini. Maka pemilihan nya dilakukan atas dasar tersebut dilihat dari kepemimpinan atau perilaku calonnya pada organisasi yang dia ikuti sebelumnya, atau bertanya kepada kerabat terdekatnya, teman, sahabat atau orang disekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun