Mohon tunggu...
Ryan Apriansyah
Ryan Apriansyah Mohon Tunggu... -

Hanya manusia yang mencoba tulus mencintai Tuhannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kita

29 Oktober 2014   00:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:23 1
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dibangku taman ini yang tidak berubah dari dahulu saat kami belum mengerti arti cinta,mungkin hanya berapa corak warna yang berubah,kami duduk berdua sambil memandang langit sore yangcukup cerah. Di temani eskrim yang hampir cair dan sepotong roti rasa kacang merah.
“Kamu tau...” aku menghentikan suapan roti pada mulutku. Mataku menatap lurus kelangit yang mulai kehilangan warna biru.
Nur menoleh ke arahku.”Kenapa?” sahutnya
“Aku kangen masa-masa dimana kita menikmati setiap jengkal taman ini dengan tawa dan langkah kita saling berlari berkejaran. Saat masalah terberat kita hanyalah setumpik PR.Saat ujian terberat kita hanyalah sebuah ulangan umum disekolah.Tapi sekarang.....semua itu berlalu dengan cepat tanpa terasa,kenapa semuanya sangat singkat?”
Nur menggengam tangan kananku,menggenggam erat sekali seolah tidak ingin aku melepasnya. Lalu dihampirinya dadaku dengan kepalanya,dia menyenderkan sebagian tubuhnya.”Inilah hidup.Waktu berjalan cepat tanpa kita dapat mngehentikannya walaupun hanya sebentar.Aku sangat menikmati waktuku yang kita jalani sekarang.Masa yang lalu itu memanglah sangat indah,tapi masa sekarng ku ini jauh lebih indah karena dimasa ini,ditaman yang dahulu hanya menjadi tempat kita bermain,kini ditaman ini kita duduk berdua sebagai dua orang yang mencintai,tidak hanya sekedar bermain tapi kita bicara tentang hati.”
Aku hanya diam mendengarkan nur berbicara,sambil mataku tetap memandang langit yang mulai gelap.
Nur tetap berbicara.”Aku menikmati hidupini sedemikian rupa,selama kau ada disampingku, aku akan tetap bahagia,melebihi saat dimana kita bahagia saat bermain bersama.”
Aku menolehkan pandangankukearah nur,kulihat wajah yang teduh yang dihiasi senyum manis. Lekuk wajahnya membentuk paras yang cantik. Bertahun-tahun aku menatap wajah itu tapi tidak pernah bosan sedikitpun.
Terdengar suaranya kembali.”emangnya kenapa kamu tiba-tiba kepikiran seperti itu?”
Aku menghela nafas panjang.”Enggak tiba-tiba saja kepikiran seperti itu”,sahutku
Nur tersenyum. Kulihat senyum indah itu terpancar,senyum yang selalu menaklukan ku disaat sedang marah sekalipun. Senyum yang aku harap akan selalu ada dihidupku sampai akhirnya maut menjemputku.” Perlahan aku pun mengajaknya berdiri untuk meninggalkan taman itu,seraya hilangnya sore yang cerah itu tertutup gelap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun