Mohon tunggu...
Ryan Ferdian
Ryan Ferdian Mohon Tunggu... Karyawan sebuah pabrik di Taiwan, Kontributor tabloid IndosuarA -

Aku terlahir di Cilacap, Jawa Tengah. Masa kecilku begitu indah aku rasakan, meski dalam kesederhanaan, tetapi tetap aku merasa segalanya indah. Hobbyku membaca, dengar musik, dan narsis di depan kamera, dan menulis adalah hobby baruku. Alhamdulillah cerpen-cerpen karyaku yang sederhana telah saya bukukan meski harus berduet dengan Dimas Fath. Buku kumcer yang kami beri tajuk NGASAG yang kami ambil dari salah satu judul cerpenku. Saat ini aku bekerja di Taiwan, dan kuliah di Universitas Terbuka. Cita-citaku ingin menjadi wirausahawan. Mottoku: tidak ada yang mustahil bila Allah berkehendak.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Baduy, Tetangga Jakarta yang Tak Tersentuh Modernisasi

22 September 2016   05:27 Diperbarui: 22 September 2016   06:49 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Siapa yang menyangka tak jauh dari kota Jakarta yang merupakan ibu kota Negara kita masih ada suku yang masih memegang teguh tradisi leluhur.

Banten adalah sebuah propinsi yang bersebelahan dengan ibu kota kita, Jakarta. Kota metropolitan. Kota yang tak pernah tidur dengan segala aktivitas penduduknya ternyata berbanding 180 derajat dengan sebuah suku yang berada tak jauh dari megahnya ibu kota. Suku yang tak membiarkan modernisasi merusak tatanan alam yang mereka huni. Suku Baduy.

Pantang merusak alam

“Panjang ulah dipotong, pondok ulah disambung” pepatah sunda yang artinya “Panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung” terus dipegang oleh sekelompok masyarakat Banten Selatan. Mereka tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Baduy sendiri terbagi menjadi dua, Baduy Luar dan Baduy Dalam.

Baduy Luar hanya yang masih terletak dekat dengan daerah yang sudah tersentuh modernisasi hanya sekitar 2 jam berjalan kaki. Menurut cerita, Suku Baduy Luar adalah orang-orang yang melanggar aturan adat leluhur kemudian diasingkan/dibuang selama 40 hari sebagai hukuman. Setelah selesai menjalani masa hukuman orang yang melanggar tersebut diberi dua pilihan. Pilihannya  adalah tetap menjadi warga Baduy dengan mentaati aturan leluhur yang telah turun temurun dianut atau meninggalkan daerah itu. Sebagian dari mereka memilih keluar dari daerah yang membuat mereka terbuang.

Meski mereka “Telah Dibuang” tetapi mereka masih merasa bahwa mereka adalah Orang Baduy sehingga mereka membuat perkampungan di sekitar daerah itu. Walau sudah sedikit “Tersentuh” modernisasi tetap saja mereka masih tetap memegang sebagian pripsip-pripsip leluhur Baduy. Orang Baduy Luar sebagian sudah menggunakan pakaian seperti kita. Sudah memakai sandal, kaos, dan lain lain. Bahkan ada yang sudah menggunakan HP. Di sini kita akan melihat rumah-rumah mereka hanya menggunakan bahan-bahan dari alam. Tak ada bahan tang berbau modern sedikit pun. Rumah-rumah panggung dari kayu, dinding terbuat dari bilik bambu, atap terbuat dari daun sagu/rumbia yang semuanya dari alam.

Pekerjaan mereka mayoritas bertani. Sedangkan para wanitanya menenun. Hasil tenunan berupa sarung, syal, dan kain bahan baju dapat kita beli langsung dari mereka dengan harga yang relatife murah.

Selepas Baduy Luar bila ingin ke Baduy Dalam kita masih harus mendaki sekitar 3 jam berjalan kaki. Jangan lupa kita harus izin terlebih dahulu pada Jaro atau Lurah berapa orang kita masuk/mendaki dan berapa lama kita mondok/menginap di Baduy Dalam. Bagi orang asing/luar daerah biasanya akan diantar oleh guide yang banyak menawarkan jasanya di terminal. Ciboleger misalnya atau setiap desa yang mempunyai akses ke Baduy Dalam.

Untuk mencapai Desa Kanekes kita harus melewati banyak rawayan/jembatan dari bambu untuk menyeberangi sungai. Jalan setapak mendaki, menurun, dan licin harus ditempuh selama kurang lebih 3 jam. Untuk itu diperlukan fisik yang benar-benar dalam kondisi sehat. Juga jangan malu membawa tongkat untuk mambantu menopang badan kita saat mendaki di jalan yang licin.

Ada aturan tak tertulis setelah memasuki wilayah Baduy Dalam atau Desa Kanekes. Kita dilarang memotret hingga batas yang ditentukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun