Indonesia memang negeri maritim. Siapa menyangkal? Lautannya lebih luas dari daratan. Daratannya kumpulan kepualaun yang disatukan lautan. Namun sayang, negeri ini tak mencerminkan negeri maritim. Orientasi kebijakannya di darat, kekuatan militer yang terkuat di darat, dan transportasi yang baik ada di darat.
Sebuah negeri maritim mungkin perlu kebijakan maritim dari penguasanya. Tapi berbicara tentang apa yang diperlukan negara maritim bukan monopoli para tuan pemegang kebijakan. WS Rendra, sang seniman, bahkan dengan lantang mengusulkan penyelenggaraan suatu seminar dengan topik kelautan, pada pertengahan tahun di tahun 2005.
Apa yang diusulkan sang seniman dalam sebuah kertas usulan? WS Rendra mengusulkan sebuah tertib maritim yang mencakup (1) hukum maritim; (2) administrasi maritim; (3) manajemen maritim.
Hukum maritim terdiri dari hukum privat dan hukum publik. Administrasi maritim terdiri dari administrasi niaga dan administrasi negara. Manajemen maritim mencakup manajemen perusahaan maritim dan pemerintahan maritim. Sedangkan pengorganisasian otoritas maritim adalah dalam bentuk organisasi pengawalan laut dan pantai (sea guard and coast guard), pejabat syahbandar (harbor master), dan nakhoda kapal.
Sang penyair menambahkan dalam catatannya di kertas usulan tersebut: Tertib maritim semacam inilah yang telah dipakai oleh pemerintah Hindia Belanda, sebagai negara maritim, untuk mempersatukan seluruh kepulauan nusantara dari sejak Gubernur Jenderal Van der Cappelen (1821) sampai tahun 1949.
Seorang seniman telah berpikir untuk masa depan dengan berdasar pada kenyataan jauh di belakang.
(disarikan dari Semua Berawal dengan Keteladanan.)
di-posting juga di ryakair.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H