Hampir dua abad yang lalu, sebuah bencana alam telah memusnahkan empat kerajaan. Pada 1815, sebuah gunung yang berada di Pulau Sumbawa meletus. Menurut Syair Kerjaan Bima, bencana alam ini adalah hukuman terhadap kerajaan Papekat dan Tambora - dua kerajaan di Sumbawa - atas perlakuannya pada Haji Mustafa, seorang yang kala itu dipandang ‘keramat’. Sumber tersebut berbunyi:
…
nyatalah Allah empunya marah
leburlah Pekat dengan Tambora
habunya melayang naik ke udara
jatuh menimpa negeri dan segara
Haji Mustafa orang yang keramat
turunlah bala terlalu amat
seolah dunia akan kiamat
Pekat dan Tambora tiadalah selamat.
…
Riwayat dalam syair tersebut mungkin saja hanya sebuah pesan moral agar kita berbuat bijak. Tapi yang menjadi fakta adalah bahwa puluhan ribu orang menjadi korban bencana alam ini.
Menurut perkiraan pada waktu itu, 11.000 orang tewas seketika, 37.825 orang meninggal akibat wabah kelaparan dan penyakit akibat erupsi, sedangkan sebanyak 36.275 orang lainnya meninggalkan Sumbawa dan pindah ke pulau-pulau sekitarnya. Dalam peristiwa bencana ini, Sumbawa kehilangan sekitar 85.000 orang
Sebelum Gunung Tambora meletus, terdapat enam kerajaan di Sumbawa. Namun Letusan Gunung Tambora hanya menyisakan dua diantaranya. Erupsi tambora menghapuskan eksistensi empat kerajaan dari muka bumi, yaitu Dompo, Tambora, Sanggar, dan Pepekat. Masing-masing dengan 10.000 penduduk, 6.000 penduduk, 2.200 penduduk, dan 2.000 penduduk.
Dua kerajaan yang bertahan adalah kerajaan Sumbawa di sebelah barat dan kerajaan Bima di bagian timur. Namun tentunya dengan penduduk yang berkurang.
(disarikan dari A.B. Lapian. “Bencana Alam dan Penulisan Sejarah”.)
Di-posting juga di http://ryakair.blogspot.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H