Mohon tunggu...
Ryan Budiman
Ryan Budiman Mohon Tunggu... Freelancer - Sedang Menulis

Berbagi, sambil menata kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Empat Kerajaan Musnah

30 Agustus 2012   04:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:09 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hampir dua abad yang lalu, sebuah bencana alam telah memusnahkan empat kerajaan. Pada 1815, sebuah gunung yang berada di Pulau Sumbawa meletus. Menurut Syair Kerjaan Bima, bencana alam ini adalah hukuman terhadap kerajaan Papekat dan Tambora - dua kerajaan di Sumbawa - atas perlakuannya pada Haji Mustafa, seorang yang kala itu dipandang ‘keramat’. Sumber tersebut berbunyi:

nyatalah Allah empunya marah

leburlah Pekat dengan Tambora

habunya melayang naik ke udara

jatuh menimpa negeri dan segara

Haji Mustafa orang yang keramat

turunlah bala terlalu amat

seolah dunia akan kiamat

Pekat dan Tambora tiadalah selamat.

Riwayat dalam syair tersebut mungkin saja hanya sebuah pesan moral agar kita berbuat bijak. Tapi yang menjadi fakta adalah bahwa puluhan ribu orang menjadi korban bencana alam ini.

Menurut perkiraan pada waktu itu, 11.000 orang tewas seketika, 37.825 orang meninggal akibat wabah kelaparan dan penyakit akibat erupsi, sedangkan sebanyak 36.275 orang lainnya meninggalkan Sumbawa dan pindah ke pulau-pulau sekitarnya. Dalam peristiwa bencana ini, Sumbawa kehilangan sekitar 85.000 orang

Sebelum Gunung Tambora meletus, terdapat enam kerajaan di Sumbawa. Namun Letusan Gunung Tambora hanya menyisakan dua diantaranya. Erupsi tambora menghapuskan eksistensi empat kerajaan dari muka bumi, yaitu Dompo, Tambora, Sanggar, dan Pepekat. Masing-masing dengan 10.000 penduduk, 6.000 penduduk, 2.200 penduduk, dan 2.000 penduduk.

Dua kerajaan yang bertahan adalah kerajaan Sumbawa di sebelah barat dan kerajaan Bima di bagian timur. Namun tentunya dengan penduduk yang berkurang.

(disarikan dari A.B. Lapian. “Bencana Alam dan Penulisan Sejarah”.)

Di-posting juga di http://ryakair.blogspot.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun