Mohon tunggu...
Syamsuriadi Syam
Syamsuriadi Syam Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Berbagi melaui kata dan menulislah untuk bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Terlalu Jauh Berpolemik Terkait PR Anak Kelas 2 SD

1 Oktober 2014   07:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:50 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Cukup menggelitik dan mengelikan sebetulnya ketika PR Matematika anak kelas 2 SD yang sejatinya adalah pelajaran Matematika sangat dasar, menjadi bahan polemik orang dewasa dan bahkan pakar ilmu Matematika pun harus ikut angkat bicara.Kalau awalnya polemik hanya di media sosial, belakangan beberapa media online juga merasa perlu ikut mengulasnya. Sebetulnya, pangkal masalahnya cukup sederhana yaitu tentang aturan penulisan ketika ada contoh soal penjumlahan berulang seperti 4+4+4+4+4+4, yang akan dikonversi ke dalam bentuk perkalian.Apakah ditulis 4x6, 6x4 ataukah kedua-keduanya benar dan sama saja.

Sejatinya, permasalahan di atas tidak perlu sampai dipolemikkan terlalu jauh kalau dipahami bahwa esensi permasalahannya hanyalah tentang aturan penulisan saja. Jawabannya cukup sederhana yaitu bahwa di negara kita,aturan penulisan yang dibenarkan bila ada penjumlahan berulang yang akan dikonversi ke bentuk operasi perkalian adalah “jumlah frekwensi angka yang berulang (pengali) ditulis di depan tanda kali (x) dan angka yang berulang (bilangan yang dikali) ditulis di belakang tanda kali (x)” atau simpelnya“pengali x bilangan yang dikali”. Mengapa perlu ada embel-embel bahwa di negara kita, aturan inilah yang dibenarkan? Sebab aturan penulisan ini memang tidak sama di semua negara. Ada negara yang menerapkannya berbeda, misalnya di Jepang dan Kanada, aturannya adalah “bilangan yang dikali x pengali”.

Makanya, tidak perlu  buang-buang energi  sebetulnya sampai mengemukakan contoh yang dianggap kongkrit dan logis untuk sekedar meyakinkan bahwa salah satu di antara dua cara itulah yang tepat.Sebab sepanjang orang belum mengetahui kalau memang ada aturannya yang telah disepakati. Sejauh itu pula berbagai contoh kongkrit dan penjelasan yang sangat logis sekalipun, tetap saja akan dibantah oleh yang lain sehingga polemik terus berlanjut.

Sebagai contoh, ada yang menganalogikannya dengan resep dokter yang biasanya tertulis 3x1 dan dibaca “3 kali minum 1 obat”. Kalau ini dibalik menjadi 1x3, kelihatannya memang tidak logis karena terbaca “1 kali minum 3 obat”. Hanya saja karena pembalikannya tidak proporsional yaitu atributnya tidak ikut dibalik. Coba kalau dibalik seperti ini “1 obat 3 kali minum”, sama saja kan? Begitupula dengan contoh lain tentang angkat batu bata dan telur di piring, kalau dibalik secara proporsional, tetap sama-sama juga pembacaannya.

Disinilah memang bedanya operasi perkalian dengan operasi perhitungan lainnya karenaperkalian, sifatnya komutatif. Ditukar atau dibolak-balik bagaimanapun posisinya, hasilnya tetap sama sehingga banyak orang cenderung tidak memedulikan aturan penulisannya. Sifatnya yang komutatif inilah juga sehingga aturan penulisannya bisa berbeda di beberapa negara yang mengindikasikan bahwa aturan penulisan di sini, bukanlah sesuatu yang urgen. Makanya terkait aturan penulisan, seorang pakar Matematika menilai bahwa kedua-keduanyabenar dan sama saja, penerapannya tergantung konteks pertanyaannya.

Ada yang berpendapat bahwa aturan penulisan yang sejatinya bisa dipertukarkan ini, tidak bisa dianggap sama karena terkait konsep dan filosofi sehingga ketika aturan ini diajarkan kepada siswa, penekannya harus mutlak tanpa syarat.Menurut penulis, Ini bukanlah konsep dasar operasi perkalian, tapi lebih tepat disebut konvensi karena penerapannya tergantung kesepakatan sepanjangtidak memengaruhi, mengubah dan bertentangan dengan esensi dari operasi perkalian itu sendiri.Juteru menurut penulis, ketika aturan ini dijarkan,guruharus memberikan penjelasan tambahan bahwa ketentuan penulisan yang menganut “sistem pengali x bilangan yang dikali”, hanya berlaku di Indonesia dan beberapa negara. Tujuannya agar siswa tidak bingung ketika suatu saat nanti, ada di antaranya yang kebetulan menuntut ilmu di negara yang ketentuannya berbeda dengan Indonesia.

Sedangkan terkait filosofinya, masing-masing juga punya dasar filosofi tersendiri. Bagi yang sependapat bahwa dalam kasus 4+4+4+4+4+4 ini yang tepat adalah 6x4 , filosofinya dilihat dari cara membacanya dalam konteks Bahasa Indonesia yaitu “enam kali empat” atau lengkapnya “ada enam kali angka empat”. Tapi yang sependapat dengan cara penulisan “4x6” juga merasa filosofinya cukup kuat. Alangkah tidak adilnya katanya kalau 4+4+4+4+4+4 yang merupakan angka yang muncul dan kelihatan, tiba-tiba digantikan kedudukannya oleh angka yang tidak kelihatan.

Kesimpulannya bahwa khusus untuk aturan penulisan dalam operasi perkalian, rujukan benar atau salahnya tergantung ketentuan yang diterapkan di sebuah negara. Oleh karena di Indonesia yang disepakati adalah “pengali x bilangan yang dikali”, maka tentunya inilah yang benar. Hanya saja dengan catatan, sebatas konteks penulisan saja sehingga kalau misalnya pada kasus anak kelas 2 SD yang diberikan PR oleh gurunya ini.Untuk menentukan apakah jawaban siswa betul atau salah, tergantung tujuan pembelajarannya. Kalau tujuannya menekankan pada aspek penulisan saja (proses), memang bisa dinilai salah. Tapi kalau penekanannya pada hasil, maka penulisan bisa diabaikan sepanjang hasilnya benar. Hanya saja guru memang tidak bisa sekedar bertindak seperti angka biner yang hanya 0 dan 1 atau benar dan salah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun