Dilansir dari sebuah berita yang ditayangkan oleh BBC Indonesia, seorang pemuda India (27) menggugat kedua orang tuanya atas kasus melahirkan dirinya tanpa seizin darinya. Pemuda bernama Raphael Samuel ini membagikan `keyakinannya` di halaman Facebook miliknya.Â
Dia mengatakan bahwa anak-anak tidak diberi kekuasaan untuk memilih dilahirkan ke dunia atau tidak, sehingga sang anak harus menanggung beban siksaan di dunia yang menurut mereka kejam ini.
Statement bahwa 'anak tidak minta dilahirkan', juga muncul di kalangan anak muda zaman now karena banyaknya kegagalan anak dalam menanggung segala tuntutan yang diminta orang tua mereka. Bahwa seorang anak harus menuruti orang tuanya, harus melakukan ini dan itu, hingga akhirnya tuntutan orang tua tidak dapat terpenuhi, hingga kemudian akan dilontarkan jawaban oleh sang anak bahwa "anak tidak minta dilahirkan"
Atau bahkan statement ini muncul dan berasal dari orang yang mengira hidupnya selalu tidak beruntung, banyak keinginan masa kecilnya yang tidak terpenuhi oleh orang tua, atau mengalami konflik panjang dengan orang tuanya, dsb.Â
Yang berarti dapat diperkirakan bahwa jika seorang anak terlahir dan tumbuh di keluarga bahagia, maka, apakah dia akan masih berpikir bahwa dia tidak pernah meminta dilahirkan ke dunia? Jika begini maksudnya, tentu saya akan menamakannya dengan "cara menuntut Tuhan atas nasibnya yang apes", bilang saja kalo kamu mengeluh, hanya bedanya yang ini ditambah dengan cara ala-ala filosofis saja.
Memikirkan ada atau tidak ada andilnya manusia dalam `keputusan` kelahirannya adalah hal yang sangat rumit. Tentu saja, statement anak tidak minta dilahirkan berujung pada pertanyaan, sebenarnya untuk apa manusia diciptakan?Â
Dalam surat Az-Zuriyat ayat 56, Allah memang menjelaskan bahwa Dia tidak akan menciptakan jin dan manusia kecuali agar manusia beribadah kepadaNya. Namun, benarkah manusia tidak mempunyai andil dalam keputusan penciptaannya sendiri? Benarkah sebenarnya kita tidak meminta dilahirkan? Benarkah demikian?
Dalam surat Al-Baqarah ayat 30, Allah berfirman bahwa Dia akan menciptakan seorang khalifah di muka bumi. Kemudian malaikat bertanya kepada Allah, mengapa Allah akan menciptakan seorang khalifah di muka bumi yang akan membuat kerusakan padanya dan akan saling menumpahkan darah, sedangkan mereka senantiasa bertasbih, memuji dan menyucikan Allah?
Mukti Ali dalam bukunya yang berjudul Para Penghuni Bumi Sebelum Manuusia menjelaskan bahwa dialog yang terjadi antara Allah dan para malaikat ini menyimpan makna yang sangat dalam, yaitu perkataan malaikat merujuk pada ciptaan Allah sebelum Nabi Adam sebagai penghuni bumi yang telah lebih dahulu membuat kerusakan di muka bumi yang disebut sebagai Banul Jan.
Dengan demikian-lah, dialog antara Allah dan para malaikat disebut sebagai pemberitahuan kepada para malaikat bahwa Allah akan menjadikan seorang manusia di muka bumi, dan sama sekali bukan untuk meminta persetujuan para malaikat atas penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sebab, Allah melanjutkan firman-Nya, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
 Jika dilihat dari ayat yang lain, dalam surat Al-Ahzab ayat 72 bahwa Allah berfirman, "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh"