Idul Adha adalah momen perayaan bagi umat Islam untuk mengambil pelajaran dari makna pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Namun, perayaan Idul Adha kemarin sedikit "dinodai" oleh perseteruan penyanyi Dewi Perssik dan Ketua RT Malkan yang cukup banyak mengambil porsi pemberitaan di media. Karena melibatkan pengurus RT di sana, maka saya menjadi sedikit tertarik untuk menelaah kasus ini lebih jauh.
Kronologi singkat perseteruan ini sebenarnya cukup sederhana. Dewi Perssik hendak berkurban sapi di wilayah tempat tinggalnya di RT 06/RW 04 Kelurahan Cilandak Barat sebagaimana tahun-tahun yang biasanya. Sapi kurban Dewi kemudian dititipkan oleh orang kepercayaannya kepada masjid setempat yang diterima oleh Ketua RT Malkan. Setelah diterima pada pagi hari, sapi tersebut kemudian diambil pada siang hari. Ketika orang kepercayaan Dewi hendak menitipkan sapi tersebut kembali, terjadi sedikit miskomunikasi dengan bahasa yang mungkin kurang mengenakkan dari Ketua RT yang merasa tersinggung dengan ihwal penitipan sapi tersebut, hingga hewan malang itu kemudian tidak jadi dititipkan dan dibawa kembali ke rumah Dewi.
Perihal miskomunikasi dengan Ketua RT Malkan disampaikan kepada Dewi. Yang membuat ramai, Dewi kemudian membuat konten di media sosial yang menceritakan kejadian ini dari versinya sendiri, lengkap dengan isu pemerasan dan keterlibatan relawan politik yang sedang ramai jelang Pemilu kali ini. Perseteruan antara Dewi dan Ketua RT kemudian menjadi terbuka, yang coba dimediasi oleh aparat setempat dengan mempertemukan keduanya. Sayangnya, karena tensi yang sudah kadung tinggi dari kedua belah pihak membuat mediasi pertama tidak membuahkan hasil dan malah memperuncing perseteruan yang sudah ada.
Kita tidak akan terlalu banyak membedah masalah ini dari sisi Dewi Perssik, yang memang dasarnya adalah seorang selebriti yang sudah "tugasnya" membuat sensasi dan drama. Apa yang dilakukan oleh Dewi dengan membuat konten media sosial yang banyak menuding Ketua RT tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu memang tidak layak. Namun, mengingat latar belakang Dewi kembali, maka tindakannya tersebut bukanlah sesuatu yang mengejutkan.
Dari sisi Ketua RT Malkan sendiri, sebenarnya masih banyak yang bisa dilakukan untuk mencegah agar masalah ini tidak sampai berlarut-larut. Pasalnya, kejadian ini tidak hanya sudah mengganggu ketertiban ibadah dan perayaan umat Islam di Hari Raya Idul Adha, namun juga memberikan preseden yang kurang baik terhadap citra Ketua RT dan perangkat masyarakat pada umumnya. Apalagi, perseteruan ini sebenarnya berawal dari permasalahan sepele yang bisa segera dicari jalan keluarnya pada saat itu juga.
Jika kita menelaah dari kronologinya, bibit masalah mulai muncul pada saat orang kepercayaan Dewi Perssik pertama kali menitipkan sapi kurban kepada Ketua RT Malkan di pagi hari. Sebelumnya, mungkin orang kepercayaan Dewi tidak melakukan pemberitahuan terlebih dahulu dan ada bahasa dari mereka yang membuat Ketua RT Malkan tersinggung pada saat itu. Ketersinggungan Pak RT kemudian ditumpahkan pada siang harinya dalam bentuk verbal ketika orang kepercayaan Dewi datang kembali. Ketersinggungan Ketua RT Malkan berubah menjadi kemarahan setelah Dewi Perssik kemudian membuat konten media sosial yang banyak menuding dirinya. Kemarahan ini lalu dibawa pada saat mediasi dengan pihak Dewi yang kemudian malah melahirkan perseteruan yang semakin meruncing.
Prinsip utama menjadi ketua atau pengurus RT dan RW pada dasarnya adalah melayani warga. Dalam melakukan pelayanan, kita tidak membedakan warga dan berusaha memahami keberagaman latar belakang mereka masing-masing. Dalam konteks ini, Dewi Perssik tidak berbeda dengan warga lainnya yang harus dipahami oleh Ketua RT keunikan latar belakangnya. Jadi, bukan warga yang dituntut memahami pengurus RT atau RW-nya, namun sebaliknya -- dan ini berlaku di setiap wilayah dan di setiap kesempatan.
Ada kalanya warga terpaksa berhadapan dengan pengurus RT atau RW yang agak "susah", atau istilah Bahasa Inggrisnya "difficult person". Bisa susah untuk ditemui, susah diajak berkomunikasi, atau susah dalam artian umum semisal mudah baper atau menuntut untuk dihormati karena merasa sebagai "yang punya wilayah". Ini sebenarnya adalah miskonsepsi yang keliru. Ketika warga mendaulat kita sebagai ketua atau pengurus RT dan RW, bukan berarti mereka menyerahkan wilayahnya kepada kita. Sebaliknya, warga memandang kita sebagai karakter yang paling baik dan bijaksana di wilayah tersebut. Kekuatan karakter ini nantinya dibutuhkan untuk membantu menyelesaikan permasalahan di lingkungan warga -- dan bukan malah menciptakannya. Singkatnya, konsekuensi kita sebagai ketua atau pengurus RT dan RW adalah kita harus siap menjadi orang yang paling bijak, sabar, dan mau mengalah di lingkungan RT dan RW tersebut. Ini bukanlah beban, melainkan keistimewaan yang didapat oleh pengurus atau ketua RT dan RW. Dalam konteks pengorbanan yang dirayakan di Hari Raya Idul Adha, pengurus atau ketua RT dan RW melakukan pengorbanan yang disebut "korban perasaan".
Dalam perseteruan dengan Dewi Perssik, Ketua RT Malkan bisa saja menghindari masalah dengan sedikit mengalah dan memahami warganya yang unik tersebut. Jika perlu, Pak RT yang mengambil inisiatif menghubungi Dewi untuk menanyakan ihwal penitipan sapi kurban ketika hewan tersebut tiba. Bagaimanapun juga, dalam kejadian ini Dewi Perssik berniat baik untuk berkurban yang akan menguntungkan warga sekitar, bukan melakukan sesuatu untuk kepentingannya sendiri. Jika diperlakukan seperti itu, rasanya Dewi akan bersikap hormat dengan sendirinya kepada Pak RT. Pada akhirnya, rasa hormat bisa tumbuh karena diberikan dan bukan karena diminta.
Sampai dengan tulisan ini dibuat, perseteruan antara Dewi Perssik dengan Ketua RT Malkan masih belum menemui titik temu. Namun, tidak ada kata terlambat bagi kedua belah pihak untuk segera menyelesaikannya. Dengan status sebagai pengayom masyarakat, inisiatif tersebut bisa diharapkan datang terlebih dahulu dari Ketua RT Malkan. Minimal, Pak RT bisa melakukannya demi sapi malang yang sudah dikurbankan dan dinikmati dagingnya oleh orang banyak. Dengan berakhirnya perseteruan ini, maka setidaknya daging yang didapat dari pengorbanan si sapi dapat bernilai lebih berkah untuk masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H