Mohon tunggu...
Ahmad Muhtar Wiratama
Ahmad Muhtar Wiratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Masyarakat dan Penulis Amatir dari Rawamangun

Untuk informasi lebih lanjut tentang saya, hubungi detail-detail kontak di bawah ini: Instagram: @amw.1408 Email: rwselusin@gmail.com WA: 0852.1622.4747

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rapor Kuning Heru Budi Hartono

15 Januari 2023   20:39 Diperbarui: 15 Januari 2023   20:51 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Menjadi Gubernur DKI Jakarta bukanlah pekerjaan yang mudah. Mungkin, tanpa bermaksud mengecilkan daerah-daerah lain, tampuk pimpinan di ibu kota adalah profesi yang paling menantang di antara provinsi-provinsi lain di Indonesia. Karena itu, dibutuhkan orang-orang dengan karakter yang kuat untuk mendudukinya. Dalam beberapa periode terakhir, sebut saja ada nama Sutiyoso, Fauzi Bowo, Basuki Tjahaja Purnama, Anies Baswedan, dan tentu saja, Joko Widodo yang pernah duduk di sana. Nama-nama tersebut tentu bukan orang sembarangan.

Heru Budi Hartono adalah nama terakhir yang kebagian jatah sebagai Gubernur DKI Jakarta. Walaupun metodenya bukan melalui pemilihan oleh rakyat dan statusnya mungkin "hanya" Pj alias Penjabat, namun tidak mengurangi kapasitas yang bersangkutan sebagai pimpinan tertinggi di ibu kota ini. Apalagi, masa jabatannya cukup lama: dua tahun lebih, mulai dari 17 Oktober 2022 sampai setidaknya -- jika tidak ada aral melintang -- Pilkada DKI selanjutnya pada 27 November 2024. Jadi, pantas saja jika sekiranya Heru Budi dinilai sebagaimana gubernur-gubernur pendahulunya.

Namun selama sekitar empat bulan ini Heru Budi menjabat, rapornya masih cenderung biasa-biasa saja, kalau tidak bisa dibilang "lampu kuning". Empat bulan sendiri bukan waktu yang terlalu singkat untuk menilai masa kepemimpinan seseorang. Satu caturwulan kurang lebih setara dengan 100 hari, dan ada alasan tersendiri mengapa 100 hari sering dipakai sebagai patokan untuk melakukan evaluasi. Bagi sebagian masyarakat Jakarta, mungkin seperti belum banyak yang bisa dinilai dari kepemimpinan seorang Heru Budi. Namun, dari beberapa kebijakan yang sudah diambil, kita sebenarnya sudah bisa menerka bagaimana kecenderungan yang bersangkutan dalam memimpin.

Dari sektor pembangunan misalnya, giat Musrenbang atau musyawarah rencana pembangunan DKI Jakarta tahun 2023, atau yang pertama di bawah kepemimpinan Heru Budi, cukup memberikan gambaran tentang sikap pemerintah DKI tentang pembangunan wilayah untuk dua tahun ke depan. Musrenbang sendiri adalah program yang cukup penting untuk dua alasan. Yang pertama, melalui musrenbang, Pemprov DKI dapat memetakan pembangunan yang akan dilakukan di masyarakat selama satu tahun ke depan. Kedua, secara simbolis musrenbang juga menunjukkan kepedulian pemerintah dalam menyerap aspirasi masyarakat, karena program-program yang diusulkan melalui musrenbang sepenuhnya berasal dari usulan masyarakat langsung melalui RT dan RW.

Sayangnya, kepemimpinan Heru Budi seperti kurang tanggap dalam dua hal tersebut. Pasalnya, template musrenbang yang selama ini berisi program-program yang dapat diusulkan oleh RT dan RW untuk pembangunan di wilayahnya disunat habis di tahun 2023 ini. Dari 100-an program di tahun-tahun sebelumnya, menjadi hanya 38 usulan saja pada template program yang bisa diusulkan untuk tahun ini. Artinya, tidak kurang dari 2/3 program secara spektakuler dihapus oleh Heru Budi dalam satu periode musrenbang.

Padahal, RT dan RW berharap banyak template tahun ini akan ditambah untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, terutama di bidang lingkungan hidup. Namun alih-alih bertambah, malah dipotong habis oleh kepemimpinan Heru Budi. Memang, RT dan RW masih dapat memberikan usulan langsung di luar template. Namun pengalaman selama ini, usulan-usulan yang masih ada di dalam koridor template saja kadang susah untuk diakomodasi oleh pemprov DKI, apalagi yang di luar template.

Dari segi kebijakan, penilaian terhadap kepemimpinan Heru Budi juga setali tiga uang. Untuk hal ini, kita bisa mengambil contoh dalam kasus rekrutmen PJLP atau penyedia jasa lainnya perorangan DKI Jakarta di akhir tahun 2022 kemarin. Sektor PJLP DKI Jakarta melibatkan ribuan pekerja, dan yang paling banyak adalah PPSU atau petugas penanganan sarana dan prasarana umum. Untuk rekrutmen PJLP di tahun ini, Pemprov DKI secara serentak dan mengejutkan memberikan batasan usia 56 tahun bagi calon-calon pelamar. Akibatnya bukan hanya banyak pelamar baru yang tersisih, namun juga ribuan anggota lama yang tidak dapat melamar kembali karena terbentur syarat usia.

Niat Pemprov DKI sebenarnya baik, yakni untuk meningkatkan kualitas kinerja PJLP di tahun-tahun berikutnya. Namun sejatinya sebuah kebijakan, maka seharusnya dibutuhkan waktu untuk sosialisasi atau setidaknya uji coba selama periode tertentu untuk menyiapkan diri bagi orang-orang yang terpengaruh kebijakan tersebut. Berbeda dengan kebijakan terkait batasan usia PJLP ini yang baru diberlakukan hanya hitungan hari sebelum rekrutmen dibuka. Lagipula, jika pertimbangan Pemprov DKI bahwa orang-orang berusia 56 tahun ke atas sudah tidak dapat berkontribusi lagi secara maksimal, maka seharusnya kebijakan ini berlaku juga untuk Heru Budi sendiri yang saat ini sudah berusia 57 tahun.

Kebijakan Heru Budi untuk membuka kembali meja aduan dari tingkat Kelurahan hingga Balai Kota pada akhirnya juga harus dievaluasi kembali. Di tengah aplikasi Jaki dan kanal-kanal lain yang sudah bekerja dengan baik untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat Jakarta selama ini, seiring dengan waktu pembukaan kembali meja aduan menjadi semakin tidak relevan karena masyarakat sendiri tidak menunjukkan antusiasmenya untuk melakukan aduan secara langsung. Di Kelurahan Rawamangun misalnya, dalam empat bulan ini bisa dibilang tidak ada satupun yang mengadukan masalahnya melalui meja aduan yang dibuka di kantor kelurahan. Pun ketika era Basuki Tjahaja dahulu, dibukanya meja aduan juga lebih banyak dimanfaatkan oleh warga untuk melakukan swafoto ketimbang mengadukan masalah sebenarnya yang membutuhkan solusi.

Untuk hal yang lebih sepele, Heru Budi juga menunjukkan kesan seperti kurang kapasitas untuk memimpin daerah sepenting DKI Jakarta. Misalnya, yang bersangkutan pernah mengusulkan agar karyawan swasta di DKI Jakarta untuk bekerja dari rumah atau WFH demi menanggapi perkiraan cuaca ekstrem di ibu kota pada tanggal 28 Desember tahun lalu. Padahal, usut punya usut, perkiraan tersebut tidak dikeluarkan secara resmi oleh lembaga yang berwenang melainkan berasal dari cuitan, yang walaupun dikeluarkan oleh seorang ahli, tetap saja seharusnya tidak dapat menjadi pegangan bagi lembaga pemerintahan sebesar Pemprov DKI. Cerita selanjutnya kita sama-sama tahu sendiri.

Secara portfolio, Heru Budi memang punya sejarah panjang di DKI Jakarta. Namun, hal itu tidak lantas menjadikan jaminan bahwa yang bersangkutan dapat langsung memimpin provinsi ini dengan baik. Selagi awal, masih banyak waktu bagi Heru Budi untuk terus memperbaiki kinerja memimpin DKI Jakarta ke depannya. Status sebagai Penjabat tidak dapat menjadi alasan bagi yang bersangkutan untuk tidak bekerja secara maksimal, karena sekarang ini Penjabat memiliki keleluasan wewenang yang sudah setara dengan Gubernur hasil pemilihan. Bahkan, hal ini seharusnya dipandang sebagai keuntungan bagi Heru Budi, karena dengan ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat, maka yang bersangkutan tidak harus menghadapi masalah perpecahan di masyarakat sisa pemilihan yang selalu menjadi kerikil bagi pendahulu-pendahulunya. Apalagi, masa jabatan Heru Budi cukup panjang yakni dua tahun lebih atau hanya kurang dari separuh masa jabatan Anies Baswedan, dan sudah lebih lama dari masa jabatan Joko Widodo ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sudah saatnya Heru Budi mengambil komando sebagai the real leader di ibu kota, dan bukan sebagai caretaker yang hanya sekedar mengisi kekosongan sampai ada Gubernur DKI Jakarta berikutnya di tahun 2024.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun