Mohon tunggu...
riska wahyu
riska wahyu Mohon Tunggu... -

mahasiswa psikologi UIN MALIKI MALANG

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Kita Masih Begini

6 Oktober 2014   21:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:09 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sering kali kita melihat di sekitar kita bahwa, alam sekitar kita mulai di penuhi dengan sesuatu yangtidak seharusnya di tempat itu, langsung saja contohnya ”sampah”. Dari dulu hingga sekarang sampah menjadi hantu yang paling menakutkan. Karena, sampah tidak ada habisnya seiring dengan banyaknya tingkat konsumsi masyarakat. Sampa berawal dari masyarakat. Sebenarnya masyarakat bisa membuang sampah itu pada tempatnya jika di sediakan tempat pembuangan. Tapi, nyatanya belum di siapkan tempat sampah di setiap sudut rumah, tempat wisata atau di tempat-tempat lainnya.

Sampah terbanyak adalah sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga sangat banyak dan menumpuk. Sampah rumah tangga bisa berbentuk apapun, seperti sampah dapur, sampah atau limbah bekas mencuci dan lain sebagainya. Sudah banyak di berbagai daerah menggalakkan pendaur ulangan sampah plastik dan kertas. Tapi masih saja masyarakat masih membuang sampah di sungai, jurang dan di tempat yang tidak seharusnya sebagai tempat sampah.

Seringkali saya melihat orang sedang membuang sampah di sungai dan di jurang di sebuah pedesaan sampai sampah itu menumpuk sangat banyak hingga saat ini. Baunya sangat busuk ketika melewatitempatitu. Membuang sampah tidak pada tempatnya menjadi budaya baru di Indonesia, meskipun hal ini sudah terjadi sejak lama. Di Indonesia sudah berusaha untuk memilahsampah sesuai jenisnya dan di olah kembali. Tapi sampah masih tetap tidak ada habisnya.

Bandingkan dengan di Jepang.

Di Jepang terdapat sebuah tradisi memilah sampah sesuai jenisnya. Tapi, di tahun 1960 dan 1970-an, orangJepang masih rendah kepeduliannya terhadap masalh pembuangan dan pengelolaan sampah. Saat itu Jepang baru bangkit menjadi negara industri, sehingga masalah hidup dan lingkungan tidak terlalu di pedulikan hingga terjadi kasus pencemaran lingkungan di daerah Minamata yang emencemari laut dan sekitarnya, seningga terdapat 1700 korban meninggal akibat mengkonsumsi hasil laut yang tercemar. Di bulan Juni tahun 2000, Jepang berorientasi daur ulang atau containers dan packaging recycle law telah di setujui. Hampir semua warga Jepang paham mengenai pentingnya pengelolaaan sampah daur ulang.

Di Jepang, jika ada seseorang yang membaunag sampah sembarangan akan mendapat suatu tekanan sosial seperti rasa malu. Kebiasaan membuang sampah pada tempatnya sudah masuk ke alam bawah sadar mereka, seperti seorang yang mabuk sekali pun masih mencari-cari tempat sampah untuk membuang botol birnya. Selain efek rasa malu yang akan muncul, juga sudah ter-setting di otak mereka untuk membuang sampah pada tempatnya. Program edukasi untuk membuang sampah pada tempatnya juga di ajarkan di sekolah-sekolah di Jepang sejak kelas 3 SD. Sehingga menjadi mendarah daging hingga dia besar nanti. Itulah rahasia-rahasia masyarakat Jepang untuk mengajak masyarakatnya membuang sampah pada tempatnya.

Jika Indonesia meniru hal yang sama seperti di Jepang dan menirunya dengan serius. Pasti budaya membuang sampah sembarangan perlahan akan pudar dan menghilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun