Dalil-dalil kecurangan pemilu yang dilayangkan oleh Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno akhirnya mendarat di landasan konstitusional. Di hari terakhir pendaftaran perkara, melalui tim hukumnya, permohonan perselisihan hasil pemilu (PHPU) diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebelumnya, upaya konstitusional telah ditempuh dengan mengajukan laporan dugaan pelanggaran administratif pemilu ke Badan Pengawas Pemilu RI (Bawaslu). Terdapat empat laporan yang diajukan. Dua laporan diajukan oleh Sufmi Dasco Ahmad dengan nomor perkara 07/LP/PP/ADM/RI/00.00/V/2019 dan 08/LP/PP/ADM/RI/00.00/V/2019 yang diputus 14 Mei 2019. Kedua laporan ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas persoalan pengelolaan SITUNG dan legalitas lembaga quick count.
Satu perkara diajukan oleh Djoko Santoso dan Hanafi Rais yang teregistrasi dengan nomor 01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019, sedangkan perkara lainnya diajukan oleh Dian Islamiati dengan nomor 02/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019. Keduanya mempersoalkan dugaan kecurangan dari Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo - Maruf Amin yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Kedua laporan telah diputus pada 20 Mei 2019.
Dapat Diukur
Sebelum putusan MK dikeluarkan, pada dasarnya potensi ada atau tidaknya kecurangan yang bersifat TSM yang didalilkan kubu Prabowo-Sandi sudah dapat diukur dengan merujuk pada keempat putusan Bawaslu tersebut dengan menilai kualitas dan kuantitas dalil dan alat bukti yang disampaikan.
Pada laporan tentang pengelolaan SITUNG, disebutkan bahwa data-data yang dimasukkan oleh KPU sengaja dimanipulasi untuk mengurangi suara yang diperoleh Prabowo-Sandi dan mendongkrak suara Jokowi-Maruf. Namun dalam proses ajudikasi, ditemukan fakta bahwa kesalahan input data dalam SITUNG adalah murni human error dan tidak ditemukan adanya indikasi kecurangan.
Kekeliruan input data tidak hanya terjadi pada perolehan suara pasangan calon nomor urut 02, melainkan juga pada 01. Data-data yang disajikan oleh tim hukum Prabowo-Sandi pun telah ditindaklanjuti oleh KPU dengan perbaikan data dan verifikasi ulang, bahkan sebelum laporan diajukan ke Bawaslu.
Maka dari itu, Bawaslu menghukumkan KPU untuk memperbaiki tata cara dan prosedur input data SITUNG. Bawaslu pun mengimbau agar KPU tetap memperhatikan dan mengedepankan ketelitian dan akurasi dalam mengunggah data di SITUNG.
Pada laporan selanjutnya, tim Prabowo-Sandi mempertanyakan kredibilitas lembaga penyelenggara quick count yang dianggap berpihak kepada Jokowi-Maruf, sehingga mempublikasikan hasil quick count yang sudah pasti mengunggulkan Jokowi-Maruf. Tim Prabowo-Sandi mempertanyakan KPU yang tidak melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan baik karena tidak melakukan supervisi dan pemberian sanksi terhadap lembaga quick count yang tidak independen.
Tetapi, tidak terbukti adanya lembaga quick count yang memihak salah satu kandidat. Apalagi, jika bukti yang disampaikan hanya penghitungan tidak valid di satu provinsi saja, yaitu Provinsi Bengkulu. Kekeliruan di satu provinsi saja tidak dapat serta merta merepresentasikan adanya kekeliruan secara nasional.
Kendatipun begitu, dalam persidangan ditemukan fakta bahwa KPU telah melanggar tata cara dan prosedur pendaftaran dan pelaporan lembaga quick count karena tidak melakukan sosialisasi pendaftaran dan pengawasan lembaga quick count dalam mengumpulkan laporan sumber dana dan metodologi penelitian, sebagaimana diamanahkan peraturan perundang-undangan.
Beruntungnya, beberapa lembaga quick count yang sudah berpengalaman memberikan hasil survei penyelenggaraan pemilu berinisiatif menyampaikan laporan sumber dana dan metodologi yang dipakai dalam menjalankan quick count tanpa harus menunggu aba-aba dari KPU.