Mohon tunggu...
Ruth Tobing
Ruth Tobing Mohon Tunggu... -

Mother of 2 , pengajar dan pembelajar, penulis amatir

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Benarkah kita sudah Merdeka?

18 Agustus 2014   22:38 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:12 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari kemerdekaan tidak pernah sepi dirayakan. Mulai dari perlombaan makan kerupuk , menghias gapura sampai panjat pinang, selalu ramai didatangi warga. Lagu-lagu kemerdekaan serta video-video perjuangan proklamasi yang ditayangkan di televisi kembali mengungkit semangat nasionalisme kita. Bangga menjadi bangsa yang merdeka.

Tak ketinggalan, moment inijuga dimanfaatkan sejumlah pejabat dan politisi sebagai ajang narsis. Di televisi , mendadak mereka terlihatsangat akrab dengan wong cilik. Bermain bola, lomba lari, dan ikut perlombaan lain tanpa malu-malu dan tidak berjarak dengan rakyatnya (walaupun cuma 5-10 menit). Indahnya …..

Namun di senin pagi ini, satu hari setelah euphoria perayaan kemerdekaan , kehidupan kita kembali normal. Kita kembali melihat realita.

Inilah potret warga tepi urban. Pukul 5 pagi, ketika matahari masih tertidur, kita sudah harus buru-buru berangkat . Itupun sudah harus mengantri di beberapa ruas jalan. Kelelahan menempuh perjalanan lebih berat dibandingkan bekerja. Tidak heran produktivitas pekerja urban kita semakin menurun dari tahun ke tahun. Bahkan, mungkin bagi pekerja di Jakarta, skill terpenting untuk survive adalah kesabaran (dalam kemacetan), bukan tingkat pendidikan atau keahlian lain.

Meskipun mengaku sebagai bangsa yang merdeka, di jalanan kita merasa terjajah.Terjajah oleh serbuan jutaan kendaraan bermotor , mobil dan motor buatan negara asing (maupun yang diklaim sebagai buatan Indonesia).

Selama bertahun tahun, pemerintah seolah membiarkan kita mengurusi kebutuhan transportasi masyarakatnya dengan private solution, membeli kendaraan sendiri. Tidak ada usaha untuk menciptakan transportasi massal yang menghemat energy dan meningkatkan kualitas hidup warganya.

Anehnya, meskipun dahulu kita sebenarnya mampu menciptakan industry otomotif dalam negeri namun pemerintah tidak pernah serius mengerjakannya. Selama puluhan tahun mobil-mobil buatan asing yang membanjiri jalanan Indonesia. Sekarang, ketika kemacetan sudah mencapai puncak dan masyarakat membutuhkan transportasi massal, pemerintah malah mendorong pertumbuhan industri otomotif yang menyasar pembeli domestik. Jalanan semakin sesak oleh kendaraan bermotor. Belum lagi sejumlah lahan dipakai untuk pembangunan Mal. Anak-anak tidak punya tempat untuk bermain. Ruang publik semakin langka.

Inilah Potret masyarakat miskin di seluruh Indonesia. Setelah 69 tahun merdeka, masih terdapat28 juta masyarakat miskin. Jumlahnya hampir 5 kali jumlah penduduk Singapura. Mereka hidup dengan mengandalkan pendapatan di bawah 200 ribuan per bulan. Mereka adalah bangsa yang merdeka namun dengan pilihan hidup yang sangat sedikit.Dengan pendapatan sekecil itu pilihan apa yang bisa mereka dapatkan? Pendidikan rendah, layanan kesehatan yang seadanya, status social yang rendah dan diremehkan dalam masyarakat.Apa arti kemerdekaan untuk mereka?

Sementara sejumlah orang kaya (yang hidup berdampingan di negara ini) biasa menghabiskan ratusan juta untuk membeli tas-tas branded (yang membuat terkejut Victoria Beckham).Meskipun sama-sama sebagai bangsa yang merdeka, terdapat gap kesejahteraan yang sangat jauh.Padahal kemerdekaan yang didapatkan dengan pengorbanan nyawa oleh pejuang kita bukan hanya untuk segelintir orang kaya, namun semua warga negara Indonesia.

Dari kedua hal ini, refleksi kemerdekaan sesungguhnya adalah : merdeka tidak cukup hanya kebebasan untuk memilih, namun ketersediaan pilihan yang memadai untuk hidup layak. Pemerintah berikutnya harus mampu menciptakan kebijakan publik yang dapat memberikan pilihan-pilihan hidup yang memberikan kesejahteraan dan kualitas hidup yang baik. Untuk Bangsa Indonesia yang lebih baik dan bermartabat. Semoga saja.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun