Mohon tunggu...
Ruth Tesalonika
Ruth Tesalonika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga

I am a student of Universitas Airlangga's Faculty of Law. I would love to learn more to expand my knowledge, especially about law and politics in Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Posisi Kedaulatan Indonesia Terhadap Konflik Laut China Selatan

31 Mei 2024   23:15 Diperbarui: 31 Mei 2024   23:43 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wilayah laut di dunia jauh lebih besar dibandingkan daratan, yang mana 70% kawasan di bumi diisi oleh perairan, dan 30% lainnya merupakan daratan. Dengan jauhnya perbedaan antara keduanya, menyebabkan hampir seluruh daratan dikelilingi oleh air, dan tidak jarang perairan tersebut dikelilingi oleh beberapa daratan berbeda, sehingga antar wilayah darat tersebut harus menentukan batas kepemilikan perairan masing-masing. Penentuan atas batas wilayah ini dilakukan dengan perjanjian antar negara-negara yang terlibat, dan atas kesepakatan antar negara tersebut sajalah batas wilayah tersebut bisa digariskan.

            Salah satu wilayah perairan yang dikelilingi oleh banyak negara adalah Laut China Selatan, yang mana perairan ini dikelilingi oleh setidaknya 6 negara, yang salah satunya adalah Indonesia. Dengan adanya banyak negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, membuat wilayah perairan ini dinilai menjadi salah satu perairan paling strategis di wilayah Asia Pasifik. 

Perairan ini sering dilewati oleh banyak negara untuk menjadi jalur perdagangan ataupun perlintasan, dengan tidak terbatas pada kapal negara pantai tersebut saja, melainkan juga kapal negara lain yang melintas. Wilayah perairan dengan begitu banyaknya aktivitas pelayaran membuat Laut ini memiliki potensi tinggi akan konflik perbatasan.

            Salah satu konflik yang terjadi saat ini adalah ketegangan antar negara-negara karena RRC yang mengklaim sebagian wilayah Laut China Selatan secara sepihak tanpa adanya kesepakatan antar negara-negara yang berbatasan di wilayah perairan tersebut. RRC sendiri mengklaim wilayah tersebut berdasarkan pada sejarah kuno yang dikumpulkan, yang mana pada saat pertama kali peta tersebut diciptakan, belum ditemuinya negara-negara yang sekarang ini sudah ada, dan belum adanya perjanjian lain antar negara pantai sekitar Laut China Selatan. 

Dengan RRC yang mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan tentunya tidak hanya berdampak pada satu atau dua negara saja, melainkan menciptakan konflik multilateral antara RRC dengan banyak negara. Ketegangan yang baru-baru ini terjadi adalah perang antara kapal RRC dengan kapal milik Filipina di perairan tersebut yang berposisi dekat dengan perairan wilayah Indonesia. 

Maret lalu, RRC hingga menembakkan Meriam air ke kapal Filipina hingga menghancurkan jendela kapal tersebut. RRC juga menembak ke perairan Filipina hingga menghancurkan terumbu karang di perairan Filipina pada 2023 lalu.

            Hukum Humaniter Internasional mengatur terkait peperangan, salah satunya adalah peperangan di laut. Sama dengan halnya perang di darat, tujuan dari perang di laut adalah untuk mengalahkan musuh, namun di laut, peperangan tidak dilakukan untuk menguasai wilayah, krena wilayah masing-masing negara telah dibuat sesuai dengan kesepakatan antar negara yang berdasar pada United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). 

Peperangan di laut belum diatur secara rinci dalam sebuah peraturan, namun berdasar pada aturan perang yang masih sah diimplementasikan hingga saat ini, Konvensi Den Haag 1907 dan Geneva Convention 1949 beserta protokol tambahannya. Perang yang sempat terjadi antara RRC dengan Filipina juga masih dibawahi oleh aturan-aturan Hukum Humaniter Internasional yang ada. Yang terjadi saat ini adalah, Amerika Serikat memberikan dukungan pada Filipina, dan kapal perang Amerika Serikat untuk Filipina dan juga kapal perang RRC terlihat berlatih perang di wilayah Laut China Selatan.

            Peperangan yang sekarang terjadi ini dilakukan oleh RRC agar ia bisa menguasai wilayah Laut China Selatan berdasarkan peta garis putus-putus (nine dash lines) yang ditentukan berdasarkan temuan kuno budaya RRC, yang pada faktanya telah ditentukan illegal dan tidak disetujui oleh Mahkamah Internasional. 

Tujuan perang yang dilakukan oleh RRC sudah menyalahi aturan yang seharusnya, karena wilayah perairan harusnya tidak bisa dikuasai oleh satu pihak saja, setiap negara sekitar memiliki hak berdaulat atas perairan tersebut dan kedaulatan masing-masing sesuai dengan kepemilikan wilayah perairan negara pantai tersebut. RRC tidak bisa secara sepihak mengklaim wilayah tersebut dan memerangi negara-negara yang bertentangan dengan klaim RRC tersebut.

            Walaupun peperangan tersebut terjadi antara RRC dengan negara-negara sekitarnya, Indonesia tidak memiliki konflik langsung dengan RRC, dengan Indonesia sudah menyatakan statusnya sebagai non-claimant state terhadap wilayah tersebut, namun Indonesia memiliki wilayah tersendiri yang diberi nama Laut Natuna, dimana wilayah tersebut berbatasan langsung dengan Laut China Selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun