Pandemi Coronavirus Disease-19 (Covid-19) telah berlangsung lebih dari satu tahun dan telah menyita banyak perhatian bagi seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Covid-19 adalah salah satu jenis virus yang menyerang saluran pernapasan dan dapat menyebabkan demam tinggi yang berbahaya bagi tubuh manusia serta berdampak pada seluruh aspek kehidupan terutama dapat menyebabkan kematian bagi banyak orang. Sampai saat ini belum dapat diketahui secara pasti penyebab dari sumber virus Covid-19 tersebut, dan mengenai hal ini para ilmuwan pun masih melakukan penelitian ilmiah terkait penyebab pastinya. Berbagai aturan yang dikeluarkan pemerintah seperti adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau disebut dengan semi lockdown, yang menitikberatkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 yang mengatur mengenai Karantina Kesehatan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 mengenai PSBB berkaitan dengan upaya percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia.
Selain penerapan upaya social distancing di Indonesia, pemerintah juga menerapkan upaya mitigasi berupa vaksinasi covid-19 yang diselenggarakan di seluruh wilayah di Indonesia. Vaksinasi sendiri merupakan cara pencegahan penyakit infeksi yang paling efektif dalam mengurangi atau usaha meningkatkan kemampuan menghadapi Covid-19. Dari sejumlah penelitian dibuktikan bahwa vaksin dapat meredakan berbagai gejala dan risiko kematian. Atas dasar hal tersebut maka menjadi wajar bahwa saat ini berbagai negara di dunia tengah berlomba-lomba untuk menciptakan vaksin buatan nya sendiri, seperti negara Amerika Serikat dengan vaksin Moderna, Novavax, Johnson & Johnson dan Pfizer, kemudian Tiongkok dengan vaksin Sinovac dan Sinopharm, kemudian Inggris dengan vaksin AstraZeneca, serta Jerman dengan vaksin CureVac.
Fakta tersebut menunjukan bahwa berbagai negara di dunia , saat ini , yang telah berhasil menciptakan vaksin buatan nya sendiri memperoleh tujuan untuk kemudian mendaftarkan paten atas invensi  tersebut. Vaksin  covid - 19  yang menjadi kebutuhan baik bagi pemerintah dan masyarakat dunia hendaknya dimaknai sebagai upaya percepatan penanganan Covid-19 yang tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, namun dari aspek sosial sebagai suatu cara untuk memulihkan kesehatan masyarakat (public health recovery),seperti ketersediaan vaksin  yang  dengan mudah dapat diberikan kepada  publik oleh pemerintah tanpa mengabaikan segala jerih payah  yang dilakukan pihak inventor serta hak ekonomi beserta hak moral yang melekat pada inventor tersebut.
Paten merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual yang lazimnya diberikan kepada inventor terhadap proses maupun hasil temuannya sebagai bentuk penghargaan terhadap hasil kerja otak (intelektualitas) sehingga menghasilkan suatu ciptaan, produk, atau inovasi dibidang teknologi. Perlindungan hak paten di Indonesia didasarkan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Â pengganti dari Undang-undang Nomor 14 tahun 2001 mengenai UU Paten yang menyatakan bahwa hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor terhadap hasil penemuannya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu untuk memanifestasikan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan terhadap pihak lain untuk melaksanakannya. Hak eksklusif tentunya memberikan dampak terhadap hak pada pemegang paten untuk mewujudkan paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya: membuat, mempergunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten
Sejalan dengan hal ini, dengan adanya berbagai inovasi di bidang teknologi kesehatan di tengah situasi pandemi ini, penggunaan hak eksklusif oleh pemegang paten menimbulkan persoalan. Permasalahan yang timbul dan menjadi isu hukum adalah apakah pelaksanaan hak paten atas kepemilikan Vaksin COVID-19 oleh pemerintah dapat dijadikan sebagai hak milik publik yang dapat dinikmati oleh semua orang ? dan siapakah yang harus diutamakan dalam situasi ini , perlindungan hukum terhadap inventor atau kepentingan publik? Untuk menjawab persoalan tersebut , berdasarkan Deklarasi Doha yang disepakati oleh negara - negara anggota pada tahun 2001 , terdapat  adanya ketentuan yang mengatur mengenai pedoman terhadap pelaksanaan government use dalam Article 31 TRIPs Agreement, yang menjelaskan bahwa  pelaksanaan paten yang berada dibawah naungan  pemerintah dapat dilaksanakan dalam kondisi darurat,  dan negara bisa memproduksi obat tanpa perlu membayar royalti paten, tetapi diganti dengan pembayaran tertentu yang lebih rendah dari paten. Hal ini dapat terlihat dari penggunaan paten vaksin AstraZeneca, di mana pemegang patennya melepaskan hak royalti nya.
Disamping itu , kebijakan yang mengharuskan pemerintah untuk menjalankan government use ini diberlakukan karena adanya kesepakatan terhadap negara anggota World Trade Organization (WTO)  untuk mengedepankan akses terhadap obat-obatan dan memberikan kebebasan terhadap negara anggota dalam mengambil langkah-langkah untuk melindungi kesehatan masyarakatnya. Sementara itu, ketentuan terhadap pelaksanaan paten oleh pemerintah diatur pada Pasal 109 ayat (1) huruf b UU Paten yang menjelaskan bahwa Pemerintah dapat menjalankan secara mandiri ketentuan Paten di Indonesia berdasarkan pertimbangan terhadap situasi yang sangat mendesak untuk kepentingan publik. Kemudian , berdasarkan pada Pasal 111 huruf a UU Paten menjelaskan bahwa pelaksanaan paten oleh Pemerintah sebagaimana dijelaskan  dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b yang terdiri atas produk farmasi dan/atau bioteknologi yang harganya mahal dan/atau diperlukan untuk menangani penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian mendadak dalam jumlah yang banyak, menimbulkan kecacatan yang signifikan, dan merupakan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD).
Merujuk pada uraian dari pelaksanaan paten oleh pemerintah di atas, maka dapat dikemukakan bahwa dengan diperolehnya paten atas inovasi di bidang farmasi tidak menghambat upaya pemerintah untuk melaksanakan haknya sendiri, mengingat bahwa Virus Corona  yang terjadi saat ini termasuk dalam Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD).
Penulis : Ruth Donna F.S
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H