Mohon tunggu...
Ruth SuciKawehilani
Ruth SuciKawehilani Mohon Tunggu... Guru - SMK NEGERI 1 BREBES

Berolahraga salah satu aktifitas terfavorit dan selalu mengutamakan budaya hidup sehat baik lahir maupun batin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penerapan Pendidikan Karakter Pada Mata Pelajaran Penjaskes

19 Agustus 2023   05:00 Diperbarui: 19 Agustus 2023   05:35 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penerapan Pendidikan Karakter pada Mata Pelajaran Penjaskes

Karakter secara etimologi, berasal dari Bahasa latin Character, yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak. Karakter merupakan sesuatu yang terdapat pada individu yang menjadi ciri khas kepribadian seseorang. Karakter seseorang dengan orang lainpun tidak akan sama, bahkan sekalipun mereka merupakan saudara kembar. Karakter juga merupakan ciri khas yang dimiliki oleh setiap individu yang berkaitan dengan kualitan moral, budi pekerti, jati diri seseorang untuk bekerja sama baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa maupun negara. Dari beberapa sumber dan referensi, menurut samami (2016) karakter adalah nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditan maupun pengaruh lingkungan yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi pusat perhatian negara Inonesia, salah satu bentuk perhatiantersebut adalah besarnya anggaran negara yang diluncurkan untuk pendidikan sebesar 20%. Pemerataan akses pendidikan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, dengan tujuan: mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sampai dengan tahun 2018, tujuan pendidikan nasional selalu diuji oleh berbagai kondisi yang berkembang di masyarakat, dengan berbagai konflikhorizontal, sepertimunculnya tawuran antar siswa, antar mahasiswa, & antar warga, serta perilaku negatifantar pelajar di beberapa kota,antar mahasiswa di beberapa perguruan tinggi, dantawuran antar warga yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia.Situasi politik, ekononomi, social dan budaya yang berkembang di masyarakat juga berpengaruh terhadap kondisi pendidikan kita.

Berbagai kasus yang terkait dengan perilaku yang melanggar tata nilai "negatif"masih banyak terjadi di dunia pendidikan, mulai dari nyontek dalam ujian, "joki" dalam ujian masuk perguruan tinggi, "copy & paste" tugas-tugas mahasiswa, termasuk perilaku orang tua yang ingin anaknya dapat diterima disekolah favorit "yang dikehendaki" dengan cara apapun, dan perilaku sejenis, merupakan contoh perilaku "negatif" yang dapat merusak generasi mendatang, karena mengingkari karakter bangsa. Berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat tersebut, menguatkan keyakinan penulis bahwa ada persoalan pengelolaan dan pengorganisasian pendidikan di tanah air yang perlu disempurnakan.Pendidikan yang seharusnya memunculkan perilaku "baik yang dikehendaki atau didesain secara baik" ternyata masih memunculkan ekses "negatif" dilingkungan pendidikan dan masyarakat.

Kurikulum tahun 2013yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, merupakan salah satu jawaban yang dimunculkan oleh negara yang menyikapai situasi yang berkembang pada saat ini. Penyempurnaan kurikulum yang ada dimaksudkan sebagai upaya dengan tujuan menghasilkan lulusan yang berkarakter, dan "mengurangi ekses perilaku negatif siwa". Kurikulum yang diterjemahkan sebagai seperangkat rencana dan  pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman  penyelenggaraan kegiatan belajarmengajar di sekolah perlu dikaji ulang dan disempurnakan. Peradaban manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas pendidikan. Lunturnya peradaban dikalangan orang-orang terdidik "siswa dan mahasiswa" yang terjadi saat ini menjadi keprihatinan penulis, dimana lembaga pendidikan formal "sekolah dan perguruan tinggi" yang notabene menjadi "kawah candra dimuka" bagi anak-anak bangsa, generasipenerus masa depan, ternyata belum berfungsi secara optimal, dengan indikasi masih sering terjadi "tawuran antar pelajar dan mahasiswa" sebagai bentuk perilaku negatif, yangbertentangan dengan nilai-nilai moral (ethics), dan tidak selaras dengan tujuan pendidikan nasional.

Pendidikan jasmani yang dominan menggunakan aktivitas fisik sebagai media pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan, dominan pada dengan aspek; ethics, esthetics dan gymnastic, kurang memperoleh perhatian yang cukup dari pihak sekolah. Kurikulum 2013 diharapkan akan memberikan perubahan yang seimbang antara aspek; read, write danarytmatics (baca, tulis, hitung) dengan aspek;ethics, estheticsdangymnastic,kedua aspek tersebut salaing melengkapi untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dengan cara tersebut diharapkan pencapaian tujuan pendidikan nasional akan tercapai. Tidak lagi muncul perkelaihan antar pelajar, mahasiswa dan masyarakat.Kurikulum yang tepat isi dan sajian diharapkan akan mampu menghasilkan lulusan yang bukan hanya pintar, tetapi juga berkarakter, yang diharapkan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa yang lebih besar, dalam kehidupan sehari-hari, termasuk juga dalam dunia pendidikan. Keseimbangansajian kedua aspek tersebut diperlukan, agar diperoleh lulusan yang pandai membaca, menulis, dan berhitung, sekaligus lengkap dengan karakternya yang berupa sikap: jujur, tanggung jawab, kerja sama, percaya diri, dan karakter positif lain. Pendidikan jasmani dirancang dengan mempertimbangkan kedua aspek tersebut, dengan tujuan mengembangkan: sikap, pengetahuan dan keterampilan. Sajian pembelajaran pendidikan jasmani yang benar dan tepat akan menghasilkan anak-anak bangsa yang baik, santun, ber-etika, sehingga akan mengurangi perilaku-perilaku negatif yang terjadi di sekolah, perguruan tinggi dan masyarakat, "tidak ada lagi tawuran antar pelajar, antar mahasiswa dan antar warga". Proses pembelajaran aktivitas fisik yang dilakukan secara berulang-ulang akan memberikan pengalaman belajar yang luar biasa bagi siswa. Kalah dan menang dalam melakukan aktivitas fisik akan mampu mengasah dan memberikan pengalaman bahwa untuk dapat berhasil perlu proses berlatih dalam jangka panjang, dan melakukan pengulanganan berkali. Proses belajar gerak memerlukan daya juang yang tinggi, anak-anak yang jatuh dalam berlari,maka dia harus bangun kembali untuk melakukan aktivitas kembali.

Proses yang berulang-ulang memerlukan daya juang yang tinggi, dan mewarnai kehidupan seseorang, begitulah karakter dibentuk melalui pembelajaran pendidikan jasmani. Mulanya anakanak tahu dari aspek pengetahuan, dapat melakukan dari aspek motorik dan melakukan berulang-ulang secara konsisten dalam rangka pembentukan karakter. Pembelajaran pendidikan jasmani yang dilakukan secara benar, maka akan menghasilkan generasi muda yang memiliki daya juang yang tinggi, disiplin, tanggung jawab, kerja sama, dan aspek-aspek karakter positif yang muncul. Pada akhirnya melalui pembelajaran pendidikan jasmani akan tumbuh karakter yang selaras dengan tujuan pendidikan nasional. Keberhasilan pendidikan jasmani bisa dilakukan karena rencana yang baik, sehingga penyusunan rencana yang baik akan menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Keberadaan pendidikan jasmani memiliki andil besar dalam menyiapkan keberhasilan peserta didik dalam mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, "bukan hanya menjadikan anak-anak bangsa yang pandai saja", melainkan anak-anak bangsa yang memiliki karakter dan ber-etika. Pendidikan jasmani mempersiapkan peserta didik yang kompeten atau memiliki pengetahuan yang cukup, mereka juga harusmengerti dan dapat melakukan pengetahuan "baik" yang sudah diperoleh sesuai etika yang berlaku di masyarakat Indonesaia. Pendidikan kita mulai sekolah dasar (SD) sampai dengan Sekolah Lanjutan Atas (SLTA)lebih banyak memberikan ruang kepada peserta didik untuk mengasah kemampuannya pada aspekpengetahuan (baca, tulis, hitung), dan kurang memberikan kesempatan untuk mengasah aspek;ethics,esthetics dangymnastic. Sajian mata pelajaran di kurikulum SD dalam satu minggu 32jam, untuk materi baca, tulis, hitung26 jam, dan untuk pendidikan jasmani dan kesenian masing-masing 4 jam dan 2 jam. Demikian juga sajian materi kurikulum SMP dalam satu minggu 32 jam, untuk materi baca, tulis, hitung 28 jam, dan untuk pendidikan jasmani dan kesenian masing-masing 2 jam dan2 jam. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa aspek pengetahuan(baca, tulis, hitung) di Indonesia masih dianggap lebih penting dibanding sikap dan psikomotor. Mendudukkan tujuan pendidikan (pengetahuan, sikap dan psikomotor) secara seimbang diperlukan agar dihasilkanlulusan yang pinter dan berkarakter[3]. Ujian Akhir Nasional (UAN) merupakan parameter keberhasilan pendidikan nasional, yang dominan mengukur aspek pengetahuan. Pelaksanaan UAN memiliki beberapa dampak positif di sekolah sebagai parameter kelulusan pendidikan di tanah air, namun tidak sedikit dampak negatifyang dirasakan terhadap matapelajaran lain yang tidak termasuk mata uji UAN, baik bagi sekolah, kepala sekolah, siswa, orang tua siswa danstakeholderyang lain. Dampak negatif tersebut yang sebaiknya dapat dikurangi atau diminimalkan, sehingga pendidikan betul-betul akan menghasilkan lulusan yang pinter dan berkarakter.

Upaya pengembangan karakter dilakukan melalui tiga tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Keberadaan karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuan yang diperoleh, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan)untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing(pengetahuan tentang moral), moral feelingatau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, danmoral actionatau perbuatan bermoral. Dengan demikian karakter tidak cukup hanya untuk diketahui, melainkan harus dilakukan dalam bentuk perbuatan moral. Upaya pembentukan atau pengembangan karakter lebih mudah danakanberhasil dilakukan melalui pembiasaan hidup, berbentuk kegiatan sehari-hari yang pada akhirnya akan menjadi sebuah kebiasaan (habit) dan bukan disajikan secara teoritik. Penanaman disiplin, jujur, tanggung jawab, dan kerjasama lebih mudah dilakukan dan dibentuk melalui kegiatan bermain, bukan disajikan secara teoritik. "Dengan bermain" seseorang akan kelihatan karakternya, apakah dia disiplin, jujur, tanggung jawab, dan kerjasama atau tidak. Kerja sama akan lebih mudah dilakukan melalui permainan beregu, seperti sepakbola. Pemain sepakbola membangun serangan untuk mencetak gol ke gawang lawan bekerja sama dengan melakukan passing dan dribbling(gymnastic) akan membuahkan hasil lebih optimal dibanding dengan pemain sepakbola yang melakukan dribllingmulai dari gawang sendiri sampai gawang lawan.Sedangkan percaya diri dan kemandirian peserta didik akan dapat dibentuk melalui olahraga perorangan, seperti pencak silat, karate, tinju, dan sebagainya. Kesabaran, tanggung jawab, percaya diri dapat juga dilakukan melalui pendidikan seni (esthetics)[3]. Dengan demikian pendidikan karakter dapat dibentuk salah satunya melalui pendidikan jasmani dan olahraga (gymnastics), melalui aktivitas motorik yang dilakukan secara terus-menerus, sehingga menjadi kebiasaan. Pendidikan jasmani dan olahraga dapat dioptimalkan untuk pembentukan karakter. Melalui aktivitas fisik (jasmani)karakter anak akan terbentuk karakternyaapabila dilakukan berdasarkan prinsip yang benar, memiliki isi, strategi yang digunakan tepat, dan dilakukan evaluasi secara tepat. Keberhasilan tersebut akan lebih tinggi apabila dilakukan selaras dengan teori belajar gerak yang meliputi tiga tahapan: (1) kognisi, (2) asosiasi, dan (3) otomatisasi. Pembentukan karakter berada pada tahap asosiasi; peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan fisik sebanyak mungkin melalui permainan dan olahraga, sehingga karakternya akan terbentuk.

Tujuan Pendidikan Jasmani, Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman danbertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi tujuan utama bagi bangsa Indonesia, sehingga bukan hanya pintar saja, tetapi pintar yang bermartabat atau beretika (ethics). Selaras dengan tujuan pendidikan tersebut, maka tujuan pendidikan jasmani maka perlu Upaya dalam menanamkan Pendidikan karakter kepada para generasi agar menghasilkan generasi-generasi yang memiliki nilai-nilai karakter dan kepribadian yang baik. Karena sesungguhnya ilmu tidak akan berarti apabila seseorang memiliki karakter atau adab yang buruk. Berbeda jika orang tersebut sudah memiliki adap dan karakter yang baik, maka ilmu yang dia miliki akan bermanfaat dan digunakan dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun