Mohon tunggu...
Rus Yono
Rus Yono Mohon Tunggu... -

Bukan siapa-siapa, tidak ingin menyakiti siapa-siapa, hanya ingin berteman dengan siapa saja...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menggagas Festival Telaga Buyat

4 Juni 2014   20:46 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:21 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu sudut Telaga Buyat

Yang pertama kali terlintas dalam benak kita saat mendengar nama ‘Buyat’ adalah pencemaran laut oleh limbah tambang emas Newmont. Bahkan ada yang mengaitkannya dengan penyakit Minamata. Pun, kalau kita googling di internet dengan memasukan kata ‘Buyat’, di halaman pertama yang akan tersaji adalah bahasan mengenai pencemaran itu. Saat memperkenalkan diri dengan orang lain di suatu tempat, terutama aktifis pertambangan dan menyebutkan ‘Buyat’ sebagai daerah asal, komentar pertama yang terlontar dari mereka adalah ‘Oooo...pencemaran limbah tambang emas?’. Lalu dipertegas lagi ‘Kasus Buyat?’. Pertanyaan lanjutannya adalah ‘Memang ada ya?’. Saya hanya sampaikan bahwa saya tidak tau pasti, karena saat peristiwa atau kasus itu mencuat pada tahun sekitar 2004-2005 saya belum menetap di sana. Saya bukan penduduk asli sana. Saya baru menginjakkan kaki di sana pada Hari Raya Idul Fitri 2008 untuk sebuah kunjungan kekeluargaan.

Tapi, di sini saya tidak akan membahas masalah pencemaran limbah tambang atau kondisi masyarakat lingkar tambang pasca berhentinya operasi perusahaan tambang. Apalagi sampai sejauh kajian ideologis, perseteruan kapitalisme yang diwakili oleh korporasi internasional berhadapan dengan idealisme lingkungan para aktifis LSM lingkungan hidup. Atau mlipir-mlipir membenturkan nasionalisme dengan imperialisme. Selain saya tidak cukup perangkat untuk membedahnya dengan analisa yang njlimet, saya juga hanya ingin praktis-praktis saja saat ini. Mungkin ada saatnya nanti kita kaji bersama sejauh-jauhnya.

Buyat sendiri adalah nama sebuah desa di tepian teluk Buyat yang masuk wilayah pemerintahan daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Sekira 150 km arah selatan kota Manado.Perjalanan panjang yang harus ditempuh dari Kota Manado untuk sampai ke Buyat, yaitu sekira 3 jam waktu tempuh normal lewat darat, akan melintasi Kota Tomohon, Kawangkoan, Langowan dan daerah perbukitan Pangu di wilayah Kabupaten Minahasa Tenggara.Selama perjalanan jangan mengharapkan ruas jalan yang lurus dan mendatar.Beberapa ruas jalan cukup sempit dan rusak. Dan yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi pengemudi agar tidak terpecah oleh pemandangan indah di sepanjang jalan, bukit dan lautan juga perempuan minahasa yang cantik, putih dan seksi.

Seperti halnya kebanyakan daerah di pesisir jazirah Bumi Nyiur Melambai, Buyat memiliki bentang alam yang unik. Daratan ditepian pantai tidak melandai tapi langsung berhadapan dengan daerah perbukitan. Sehingga penduduknya memiliki dua profesi sekaligus sebagai mata pencaharian. Saat cuaca bagus dan musim banyak ikan, mereka bisa mengadu nasib di laut. Sementara jika cuaca buruk dan laut bergelora, ada juga nelayan yang menyambung hidup dengan pergi ke ladang. Selain itu, dengan bentang alam yang demikian unik akan menghadirkan panorama yang menakjubkan saat kita berada di pantai/laut atau di ketinggian bukit. Saat kita berada di pantai atau di laut, selain kita dimanjakan oleh sepoi angin laut dan panorama laut yang terlihat nyaris tak bertepi, kita juga sekaligus bisa menikmati bukit-bukit menghijau bersaput kabut. Sementara di ketinggian perbukitan, garis samudra pasifik memuaskan dahaga kita akan keindahan bersama angin bukit yang sejuk dan segar. Silahkan cermati foto-foto berikut:

1400923201526720008
1400923201526720008

Salah satu potensi destinasi wisata yang belum dimanfaatkan sepenuhnya adalah Talaga Buyat. Sebuah danau yang terletak di tepi jalur trans Sulawesi Lintas selatan. Tidak terlampau jauh dari bibir pantai. Cukup luas untuk bisa menggelar sebuah hajatan pariwisata di tepian telaga. Perhelatannya bisa berupa lomba mancing ikan, perahu hias antar desa, pameran produk olahan ikan. Pengunjung bisa bisa menikmati berbagai suguhan acara atau berinteraksi dari atas perahu2 atau menyusuri deretan stand pameran yang berada di atas air sepanjang tepian Telaga. Untuk atraksi-atraksi wisata lain dalam perhelatan yang kita sebut saja ‘Festival Telaga Buyat’ bisa lebih divarisikan lagi. Lomba berenang, peragaan busana di atas air dan ditutup dengan pesta kembang api, bisa menjadi pilihan lain.

Kendala yang mungkin timbul adalah kesulitan untuk menarik pengunjung dari jauh karena tidak adanya tempat menginap yang memadai di sekitar lokasi acara. Belum lagi tentang mitos keberadaan buaya penghuni Telaga. Saya juga belum tau pasti. Hanya pernah mendengar dari cerita penduduk setempat, tapi tidak akan mengganggu penduduk setempat. Sehingga mereka tampak tenang-tenang saja memancing dan membudi dayakan mujair yang memang banyak terdapat di Telaga Buyat.

Siapa pun pasti akan senang rehat di atas telaga sambil menikmati mujair bakar yang segar langsung dari habitatnya. Sementara itu keriuhan lain penuh warna bisa ditangkap pandangan di tengah gigitan sepotong daging mujair bakar. Atau bisa juga dibuatkan lapak khusus bagi mereka yang ingin menikamatinya dalam keheningan telaga.

Itulah yang terlintas di kepala saya setelah mengunjungi telaga Buyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun