Disuatu siang yang panas seperti biasanya, teman saya mengabarkan sesuatu. Hal itu membuat suasana menjadi tambah panas ketika, lagi-lagi, saya mengetahui gagasan-gagasan bebas itu bermunculan di LINE. Sangat pekat, dan radiks. Menyuarakan kemanusiaan dan kesalahan berpikir yang sedang terjadi. Ditengah banyaknya masyarakat yang masih labil dan tidak kritis! Apakah ini masalah? Bagi saya, ini masalah. Eh, masalah gak ya? hmmm
Free thinker bukan bermakna sebagai orang-orang yang bebas berpikir. Beda, kalau maknanya begitu, maka semua manusia adalah free thinker. Menurut wikipedia, free thinker adalah para praktisi yang mengagaskan bahwa kebenaran harus dibentuk dari logika, alasan, dan empirisme. Bukan malah kekuasaan, agama, an budaya.
Nah, free thinker ini adalah salah satu dari sekian kecil Stephen Hawking versi Indonesia. Berarti (dalam pandangan saya), mereka itu sosok yang lebih baik daripada generasi baru umumnya, sebab kecerdasan dan keilmuan yang mereka miliki. Gak tau lagi kalau masalah moralnya. Tapi namanya juga manusia, usahanya untuk mendapatkan pengetahuan masih tetap terbatas pada luasnya wawasan dan aspek-aspek yang mendukung usaha penalarannya.Â
Saya merasa cemas dengan eksistensi mereka, sekaligus senang, sebab ini menunjukan kebangkitan intelektual di Indonesia. Sedangkan kecemasan yang ada pada perasaan saya didasari oleh pemikiran mereka, yang menurut saya masih kurang tepat. Meskipun nampaknya tepat. Pemikiran yang demikian ini bisa saja diterima dengan mudah oleh remaja kita, dan lambat laun gagasannya akan menginternalisasi pembaca. Mereka yang terinternalisasi akan menjadi ateis, atau setidak-tidaknya, orang yang sekuler.
Saya pikir gagasan mereka masih kurang tepat, karena kurang ilmiah. Tapi, hey, apa itu ilmiah?
Sederhananya, ilmiah berarti "secara keilmuan". Berarti, kekhasan yang digunakan untuk membahas sesuatunya adalah dengan pengetahuan-pengtahuan yang sistematis dan logis (ilmu). Jika pada gagasannya itu tidak menurut kepada runtutan dan valid secara kaidah berpikir tepat (logika = kaidah berpikir tepat), dan dengan pengetahuan yang tepat sebagai bahannya, maka dia tidaklah ilmiah. Masing-masing permasalahan memiliki runtutan logikanya masing-masing. Misalnya, runtutan logika matematika yang deduktif tidak sama dengan runtutan logika santifik yang deduktif-induktif.Â
Sekarang saya coba bahas salah satu gagasan yang ada pada mereka, yang menurut saya masih kurang ilmiah. Misalnya, masalah Science vs Religion: "apakah agama sejalan dengan sains?"
Menurut saya, runtutan logika dan pengetahuan yang dibutuhkan itu berdasarkan atas beberapa pertanyaan:
Apa itu agama? Apa itu Sains? Kemudian, apa yang dimaksud dengan sejalan itu? Kapankah agama sejalan dengan sains dan kapankah dikatakan tidak sejalan? Apanya yang sejalan?
Agama itu banyak wujudnya. Tapi saya lebih setuju bahwa konsep agama secara umum itu adanya (1) Tuhan yang dijadikan sebagai otoritas tertinggi dalam hidup, (2) Ada ajaran yang harus diikuti, dan (3) Ada pembawa ajaran.Â