Mohon tunggu...
Rusti Dian
Rusti Dian Mohon Tunggu... Freelancer - Currently work as a journalist and writer

Banyak bicara tentang isu perempuan. Suka menonton film, jalan-jalan, dan menuangkan semuanya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Benarkah Menikah Adalah Solusi Semua Masalah? Cek Jawabannya di "Love For Sale 2"!

20 Oktober 2020   08:00 Diperbarui: 20 Oktober 2020   08:25 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Youtube channel CGV Kreasi)

Teori Budaya

Film Love For Sale 2 ini tidak terlepas dari beragam budaya yang ada di Indonesia. Banyak hal yang bisa dibahas dari sisi budaya seperti stereotipe, etnosentrisme, prasangka, dan rasisme. Lalu, apa saja budaya yang terangkum dalam film Love For Sale 2 tersebut?

1. Stereotipe "Bujang Lapuk"

Di umurnya yang ke-32 tahun, Ical sama sekali belum memiliki niatan untuk menikah. Oleh karena itu, Rosmaida menganggap bahwa Ical adalah bujang lapuk, artinya adalah lelaki yang belum menikah (padahal sudah melebihi usia ideal untuk menikah) dan dianggap tidak laku

Mengutip pernyataan Wita, seorang psikolog klinis dewasa dari Tiga Generasi dalam DetikHealth (2017, 15 Juni) bahwa bergabung ke sebuah komunitas atau aplikasi cari jodoh merupakan salah satu ikhtiar atau alternatif untuk mencari pasangan. Namun, alangkah lebih baik jika semakin banyak orang yang kita temui, maka akan mempermudah peluang bertemu calon yang tepat untuk dinikahi.

2. Minang dan Matrilineal

Dilansir dari Good News From Indonesia (2017, 13 Januari), Suku Minangkabau merupakan suku yang sangat mengistimewakan perempuan. Sistem matrilineal yang dianut oleh masyarakat Minangkabau ini menetapkan silsilah keturunan yang diambil dari garis keturunan ibu. Jika tidak ada keturunan perempuan, maka garis keturunan itu pun terputus.

Kendala tersebut dialami oleh keluarga Rosmaida. Ketiga anaknya laki-laki yaitu Ndoy, Ican, dan Buncun. Akibatnya, garis keturunan tersebut pun terputus. Bahkan, Rosmaida pernah berkata pada Arini bahwa sebenarnya Rosmaida ingin memiliki anak perempuan. Karena merasa ada kecocokan dengan Arini, maka Rosmaida pun memperlakukan Arini layaknya anak sendiri.

3. Maskulinitas dan Feminitas

Biar bagaimanapun, Ican tetaplah seorang laki-laki yang selalu ingin tampil maskulin. Hal ini dapat dilihat saat Ican sedang berolahraga push up tanpa menggunakan baju (bertelanjang dada). Ditambah lagi nasehat dari tetangganya agar Ican tidak terlalu sering minum kopi dan merokok, yang notabene banyak dilakukan oleh kaum laki-laki.

Selain itu, sisi feminitas juga bisa dilihat dari sosok Arini. Ia selalu mau untuk diajak ke pasar bersama Rosmaida. Arini juga sering membantu untuk memasak. Bahkan, di beberapa kesempatan, Arini juga selalu menemani Rosmaida bercengkerama. Artinya, watak dasar seorang perempuan yang penyabar, ulet, dan rajin tergambar pada sosok Arini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun