Seorang pegawai kontrak di pemerintahan, sebut saja namanya Bedu protes ketika kakak iparnya dimutasi ketempat lain. Selama ini sejak Bedu bekerja ditempat itu, dari mulai diangkat menjadi pegawai kontrak karena jasa kakak iparnya (nepotisme) bekerja dalam satu kantor selalu bersama – sama. Hari pertama dapat kabar kakak ipar dimutasi, langsung melakukan aksi tidak mau melaksanakan tugas seperti biasa, serta keesokan harinya minta dipindahkan ke tempat lain.
Anehnya pejabat tinggi yang dimintakan izin pindah mengabulkan tanpa berkoordinasi dengan atasan langsung. Belum habis disitu, si Bedu menyebarkan fitnah bahwa ia pidah karena diusir para pegawai yang ada di tempat kerjanya yang lama, belum lagi menyebarkan kabar fitnah lainnya. Gambaran diatas menunjukkan buruknya rekrutmen pagawai kontrak di pemerintahan, baik di Pemerintah Kabupaten, Kota maupun Provinsi.
Sistem rekrutmen yang asal terima dengan dasar kedekatan, bukannya seleksi terbuka sehingga didapatkan hasil SDM yang bermental buruk yang mengancam kenyamanan dalam pelayanan publik. Sudah saatnya rekrutmen pegawai kotrak ( tenaga kontrak ) di pemerintahan dilakukan secara terbuka bukan karena dasar surat sakti dari pejabat tinggi bahkan politisi di legeslatif. Bisa bekerja karena nepotisme, pada akhirnya pegawai kontrak yang bersangkutan menganggap atasannya adalah orang yang telah melicinkannya bisa masuk kerja.
Kondisi ini mengacam bocornya rahasia jabatan, karena mental yang buruk dan para pegawai kontrak diangkat tidak dilakukan sumpah seperti halnya CPNS maupun PNS.  Rekrutmen asal – asalan pegawai kotrak dipemerintahan, yakni asal ada surat sakti, asal ada kedekatan dan lain - lain hasilnya untung – untungan akan mendapatkan SDM yang memiliki ketrampilan dan mental yang baik, kalau tidak pegawai kontrak yang bermental buruk yang didapat akan menjadi duri dalam daging di pemerintahan.
Selama ini terasa, bila usai pilkada dengan kepala daerah yang baru akan bermunculan pegawai kontrak yang baru. Usut punya usut para pegawai kontrak atau juga disebut honorer ada hubungan kedekatan dengan penguasa dari hubungan keluarga hingga tim sukses di Pilkada. Bagaimana bisa mewujudkan pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih, rekrutmen pegawai kontrak saja dilakukan tidak secara terbuka dan jujur.
Harusnya seleksi pegawai kontrak dilakukan secara terbuka karena honor mereka yang diterima tiap bulan berasal dari APBD maupun APBN yang merupakan uang rakyat. Pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan tidak ada rekrutmen CPNS, namun kenyataannya di daerah penerimaan pegawai kontrak membludak. Banyaknya pegawai kontrak di suatu daerah, kadang menyamai jumlah PNS yang ada sehingga untuk membayar gaji pegawai kontrak yang ribuan itu akan membebani keuangan daerah.
Namun tidak semua pegawai kontrak tidak baik, banyak pegawai kontrak yang kinerjanya dengan kempuan serta ketrampilan yang baik. Sekarang, bagaimana untuk memperbaiki citra Pemerintah Daerah agar tidak terkesan keberadaan pegawai kontrak di pemerintahan, menjadikan organisasi pemerintahan seperti perusahaan keluarga.
Rustian Al Ansori
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H