Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kopi ke 7501

17 Oktober 2024   07:35 Diperbarui: 17 Oktober 2024   07:37 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika mesin penghitung mati
tak lagi bergerak menghitung puisi 
bukan berarti puisi mati 
tetapi pertanda mereka letih setelah tidak ada lagi kopi

Kopi adalah lelaki
muncul protes dari perempuan yang sering nongkrong di kedai ini 
mereka adalah pencari puisi 
setelah beberapa penyair tua mati

Pemain lama yang tidak lagi berkarya 
biasanya selalu menunggu ketika senja 
mengeja-ngeja kata untuk dijadikan sajak 
sedang mencari-cari kata bijak

Baca juga: Aku Masih Menunggu

Masih ada secangkir kopi 
menjadi penyelamat nyawa yang sempat mati
setelah ruh tidak lagi masuk dalam jasad puisi 
kini kembali merasuki raga ingin terus berdeklamasi

 Sungailiat 17 Oktober 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Politik Puisi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun