Ada lagi yang memberatkan yakni ketika saya jadi korban perundungan gara-gara salah satu puisi saya yang pernah tayang di Kompasiana dipelesetkan arti sehingga dituduh telah menjelek-jelekkan orang tertentu oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Bermula dari salah seorang teman membagikan puisi di story WA nya. Saya sangat berterima kasih kepada siapa saja yang telah membagikan postingan saya di perangkat komunikasi pribadi maupun media sosislal milik mereka.
Teman saya yang memposting itu telah dituduh yang negatif oleh oknum yang menurut saya mengada-ada karena dianggap puisi itu telah menyinggung perasaan beberapa orang. Teman saya ini merasa tidak nyaman dari perlakuan yang ia terima.
Apa yang salah dari puisi yang saya buat tidak ada unsur SARA apa lagi adu domba. Hanya tentang memori, memori saya sendiri.
Saya ingin tahu apa penyebab sehingga peristiwa ini bisa terjadi. Saya curiga pasti ada yang menghasut dan mengartikan puisi dengan interpretasi yang bertujuan ingin menyebar kebencian.
Dugaan saya benar, tujuan orang ini bukan untuk mengeritik tapi menghasut dengan propaganda bahwa puisi itu untuk menjelek-jelekkan karena terduga pelaku  tidak menyukai teman saya dan termasuk saya. Puisi saya juga menjadi bahan ejekan.Â
Sebenarbya itu hal yang biasa tapi yang menjadi tidak biasa adalah efek hasutan dengan bumbu fitnah memperalat puisi sehingga membuat tidak nyaman bisa sebagai perbuatan tidak menyenangkan dari orang yang tidak paham arti puisi nenjadikan amunisi untuk menyebar benci.
Dari semuanya itu yang terberat adalah menjaga komitnen untuk terus menulis di Kompasiana. Alhandulilkah saya bisa bertahan sampai saat ini.
Ini merupakan dinamika dari menulis di Kompasuana. Tulisan ini sebagai catatan pada momentum telah menulis 6 ribu lebih artikel di Kompasiana.
Salam hangat dari pulau Bangka.
Rustian Al'Ansori
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H