Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Melukis Kopi

27 Juni 2021   06:29 Diperbarui: 27 Juni 2021   06:46 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini entah keberapa ribu cangkir yang telah kau bikin kopi untukku. Rasanya tidak pernah berubah sesuai dengan seleraku. Kau tahu aku penyuka kopi setelah menikah denganku. Ketika dulu apel malam minggu kau selalu hidangkan teh tidak pernah kopi di cangkir keramik buatan Cina warna unggu.

Kopi yang tidak terlalu manis, hitam pekat yang dibuat selalu dengan bismillah. "Kopi bang," tidak pernah pudar selalu ramah tidak tertandingi perempuan pelayan warung kopi dekat rumah. Karena itu bila ada teman yang mengajakku ngopi aku selalu merasa bersalah. Terbayang wajahnya yang lelah.

"Bang, nongkrong di warung kopi adalah lelaki yang kurang kasih sayang istri,"diksi yang terucap ketika pagi. Aku melihat, tidak ada cemburu di dalam kopi. Tidak ada rasa tersaingi, tapi memang beda adukan rasa dari hati.

Sungailiat, 27 Juni 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun