Pagi ini entah keberapa ribu cangkir yang telah kau bikin kopi untukku. Rasanya tidak pernah berubah sesuai dengan seleraku. Kau tahu aku penyuka kopi setelah menikah denganku. Ketika dulu apel malam minggu kau selalu hidangkan teh tidak pernah kopi di cangkir keramik buatan Cina warna unggu.
Kopi yang tidak terlalu manis, hitam pekat yang dibuat selalu dengan bismillah. "Kopi bang," tidak pernah pudar selalu ramah tidak tertandingi perempuan pelayan warung kopi dekat rumah. Karena itu bila ada teman yang mengajakku ngopi aku selalu merasa bersalah. Terbayang wajahnya yang lelah.
"Bang, nongkrong di warung kopi adalah lelaki yang kurang kasih sayang istri,"diksi yang terucap ketika pagi. Aku melihat, tidak ada cemburu di dalam kopi. Tidak ada rasa tersaingi, tapi memang beda adukan rasa dari hati.
Sungailiat, 27 Juni 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H