Ibadah haji adalah ibadah fisik, dibutuhkan stamina yang prima.
Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban bagi ummat Islam, untuk memenuhi rukun Islam yang ke lima bagi mereka yang mampu.
Paradigma lama tertanam dalam diri orang tua jaman dulu (jadul) yang memilih pergi menunaikan ibadah haji di usia tua yang dinilainya  selain mampu secara materi juga mampu secara spiritual.
Pandangan yang keliru ini telah mengabaikan kemampuan fisik, sudah harus ditinggalkan kalangan milenial. Pergi haji jangan tunggu tua, kalau sudah mampu di usia muda tinggu apa lagi? Dengan mengucapkan Bismillah, penuhi panggilan untuk menunaikan ibadah haji.
"Aku penuhi panggilanMu ya Allah untuk berhaji," atau "aku niat haji dengan berihram karena Allah ta'alla."
Usia muda menjalankan ibadah haji secara fisik tidak beresiko tinggi. Saya pergi haji diusia 43 tahun, merasakan kelelahan yang luar biasa terutama saat di Arafah, Musdalifah, dan Mina (Armina). Karena fisik masih bugar kelelahan itu masih bisa diatasi dan tidak sempat menurunkan daya tahan tubuh.
Saya waktu itu masih termasuk cukup bugar, tapi ketika menjalanlan wukuf di Arafah, menunggu hingga tengah malam di Musdalifah dan bermalam di Mina terasa tenaga benar-benar terkuras.
Saya membayangkan waktu itu, bagaimana ayah ketika menunaikan ibadah haji tahun 2005 dalam usia 60 tahun harus meninggal dunia dan di makamkan di Mekah.Â
Tubuhnya yang tidak kuat menahan kelelahan yang juga dipicu gangguan di saluran pernafasan, almarhum ayah menghembuskan nafas terakhir setelah Armina. Usia lanjut beresiko tinggi pergi haji, apa lagi ditambah dengan penyakit bawaan.
Ajal tidak ada yang bisa memperkirakan, semua adalah rahasia Allah SWT. Ada yang sudah berusia lebih 80 tahun ketika menunaikan ibadah haji, masih tetap sehat dan kembali ke Tanah Air dengan selamat.
Ada pula jemaah haji yang sudah berusia lanjut meniatkan diri ingin meninggal dunia di Tanah Suci. Saya rasa ini keinginan yang keliru.