Saya punya 2 tanda kehormatan dari Presiden RI, yang ditandatangani presiden Joko Widodo.
Tanda kehormatan itu berupa Satyalancana Karya Satya X tahun dan Satyalancana Karya Satya XX tahun. Ketika menerimanya tidak pakai upacara karena sudah ada yang terpilih mewakili, karena itu tidak disematkan.
Saya mengambil sendiri di Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Ada petugas di sana yang menyerahkan. Setelah diterima tanda kehormatan itu tidak pernah dikenakan seperti dalam upacara bendera HUT RI.
Lumayan buat koleksi dan sebagai bukti bahwa selama mengabdi sebagai PNS dalam keadaan baik-baik saja tidak tersangkut masalah hukum maupun tidak terkena sanksi hukuman disiplin.
Kondite diri yang baik menjadi dasar diberikan tanda kehormatan setelah melalui usulan oleh atasan di tempat kerja.
Begitu pula tanda jasa Bintang Mahaputera Nararya yang diterima mantan pimpinan DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah, mereka melalui proses penilaian di DPR RI. Setelah dinyatakan layak terutama tidak tersangkut masalah hukum, usulan itu diterima dewan penilai pemberi tanda kehormatan dan bintang jasa.
Jadi tidak ada kontrofersi dalam pemberian tanda jasa itu, karena Fadli dan Fahri telah menjalankan tugasnya sesuai fungsi yakni pengawasan. Memberikan kritik adalah bagian dari tugas pengawasan itu.
Beda dengan saya, kalau Fahri dan Fadli tanda jasanya diserahkan presiden Joko Widodo dalam upacara di Istana Negara. Mungkin dalam upacara 17 Agustus tahun ini telah dikenakan.
Kembali dapat mengingat masa perjuangan dalam pengabdian sebagai aparatur negara. Terselip doa, agar perjalanan pengabdian ini tetap amanah dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
Inilah catatan kecil saya ketika memperingati HUT RI. Tahun ini di tengah pandemi upacara tidak saya ikuti karena jumlah peserta di batasi.