Saya sebagai orang tua selalu mengalami setiap kali mulai mendaftarkan anak di sekolah baru, tidak ada pilihan lain harus mengukur dan membeli seragam di sekolah.
Dipaksakan untuk nembeli seragam di sekolah, namun ada kelonggaran diberikan kepada orang tua setelah pihak sekolah memberikan keringanan yakni pelunasan dapat dicicil (angsuran).
Memang tidak bisa, tidak membeli seragam yang pengadaannya oleh pihak sekolah karena ada beberapa seragam yang tidak dijual secara bebas seperti batik dan pakaian olahraga.
Kasus yang terjadi di SMK Negeri 2 Sungailiat dapat dijadikan pelajaran oleh pihak sekolah yang menyediakan pakaian seragam sekolah di tahun pelajaran baru khususnya dalam menunjuk rekanan yang bisa dipercaya.
Bila benar Komite Sekolah yang berbohong berarti diduga ada oknum pengurus Komite yang melakukan kecurangan. Ini menunjukkan Komite Sekolah telah menyalahi aturan yakni berbisnis.
Untuk menghindari kejadian serupa terulang kembali serta tidak terkesan sekolah berbisnis seragam sekolah sebaiknya pengadaan tidak melibatkan pihak sekolah tapi dilakukan pemilik usaha yang ditunjuk.
Pandangan orang tua siswa tetap tertuju kepada pihak sekolah karena yang mengukur pakaian siswa, menerima pembayaran, hingga pendistribusian pakaian yang sudah siap pakai adalah guru dan pegawai adninistrasi di sekolah. Wajar orang tua menggeruduk sekolah ketika ada masalah dalam pengadaan seragam sekolah seperti yang terjadi di SMK Negeri 2 Sungailiat.
Sekolah pun tidak menolak ketika ada peluang penghasilan tambahan dari pengadaan seragam sekolah. Namun jangan terlalu tinggi mencari keuntungan, kualitas seragam juga harus diutamakan.
Kasihan siswa yang belum lama menggunakan seragam sudah rusak serta menggunakan bahan murahan sehibgga siswa tidak merasa nyaman nengenakannya.
Hanya gara-gara pengadaan seragam sekolah bernasalah, jangan merusak citra lembaga pendidikan yang identik dengan menularkan kebaikan.
Salam dari pulau Bangka.