Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis kehidupan, Menghidupkan tulisan

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Mata Menatap Buram Kaca Jendela

19 April 2020   07:50 Diperbarui: 19 April 2020   07:48 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan kaca yang berdebu, bukan pula embun yang yang mengentalkan debu di jendela. Memang mata sudah lama tidak memandang keluar rumah yang telah menjadi istana. Dua bola mata yang tak lagi menantang sinar surya. Sudah waktunya mengalah dengan masa yang diam tapi menertawakan kita.

Mata tetap bertahan menatap buram kaca jendela. Matahari tidak bertanya, mengapa tidak lansung menatapnya. Kita yang banyak tanya telah menjadikan hati sebagai mulut, mata dan telinga. Yang sering kita adukan bersama-sama hingga kata hati menjadi bisu, telinga hati menjadi tuli, dan mata hati menjadi buta.

Sungailiat, 19 April 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun