Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Layani Pelayan Publik agar Tidak Terulang Nasib Pilu Paramedis Covid-19

14 April 2020   22:31 Diperbarui: 14 April 2020   22:37 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kita belajar dari kasus yang sedang terjadi saat ini yakni penanganan memutus mata rantai Covid-19, yang telah memakan korban meninggal dunia sejumlah pelayan publik (dokter dan perawat). Sudahkah mereka dilayani dengan baik?


Pelayan publik dituntut dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyakarat. Publik berhak menuntutut karena pelayan publik gajinya di bayar masyakarakat dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk mereka diinstasi pemerintah.

Untuk pelayanan publik milik swasta seperti maskapai penerbangan, perbankan, juga pelanggan berhak komplin bila dirugikan dalam pelayanan karena sudah membayar. Juga sama nasibnya dengan pelayan publik yang lain, berbagai reaksi disampaikan bila pelanggan tidak puas menerima pelayanan.

Para pelayan publik ini kadang harus menerima pil pahit karena berada di barisan terdepan menghadapi publik dan mengalami langsung ketidakpuasan publik yang menerima pelayanan. Mulai dari protes, caci-maki, hingga tindak kekerasan yang berujung kepada tindakan hukum. 

Ketidak puasan publik terhadap pelayanan bisa disebabkan SOP yang tidak jelas, bisa pula karena sikap pelayan publik yang tidak ramah, tidak teliti dan tidak cepat. Sikap pelayan publik yang tidak memuaskan bisa disebabkan karena faktor dari diri pelayan publik itu sendiri (diantaranya masalah keluarga) bisa pula dari dalam instansi tempat pelayan publik bekerja.

Faktor masalah keluarga, bisa karena konflik suami istri, anak yang sakit, kalau lagi pacaran mungkin dengan pacar lagi ada cekcok dan lain-lain. Hal ini biasanya berdampak kepada tidak konsentrasi berkerja dan kurang ramah (senyum) dari seorang pelayan publik.

Bila dari dalam instansi tempatnya berkerja, disinilah ia yang bertugas sebagai pelayannya pelayan publik. Khususnya Aparatur Sipil Negara (ASN), kadang para pejabatnya lupa ia juga menjadi pelayan dari bawahannya, ada pelayan publik di situ yang juga butuh dilayani terkait dengan segala kebutuhan. 

Pejabat tinggi yang minta dilayani, saya lebih suka menyebutnya sebagai birokrat fiodal. Yang tidak jarang memperlakukan bawahannya sesukanya, membentak, menumpuk pekerjaan yang tidak kenal waktu, memerintah dengan kasar dan lain-lain. Etika yang kurang baik ini akan berdampak kepada sikap pelayan publik yang merupakan bawahannya.

Sedangkan unit pelayannya pelayan publik di instasi pemerintah, untuk di lingkungan organisasi perangkat daerah ada di seksi umum dan kepegawai atau bagian umum dan kepegawaian. Sedangkan untuk lingkungan yang lebih luas ada Badan Kepegawaian. Sudahkah mereka memberikan pelayanan yang maksimal kepada pelayan publik? Sudah, tapi tidak maksimal belum sepenuh hati.

Fakta yang saya alami, untuk naik pangkat saja sebagai PNS saya sendiri yang mengurus segala kelengkapan administrasi kepegawaian sebagai syarat. Kemudian diantar ke unit kepegawaian tempat kita bekerja. Selanjutnya diantar ke Badan kepegawaian. Begitu pula urusan lainnya, untuk diusulkan mendapat bintang jasa dalam masa pengabdian yakni Satya Lencana Karya Satya, juga demikian harus kita juga melengkapi persyaratan. 

Hingga harus bola-balik karena ada saja yang kurang. Hal ini menyita waktu dan mengganggu tugas dalam pekerjaan. Naik pangkat dan mendapatkan bintang jasa merupakan hadiah dari penghargaan untuk sebuah pengabdian, tapi kenyataannya sepertinya saya yang meminta. Kalau itu penghargaan, seorang ASN tinggal menunggu saja berdasarkan hasil penilaian dan tidak minta-minta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun