Adi (28 tahun), sehari-seharinya bekerja sebagai tukang cukur rambut. Ayah dari seorang anak ini saya temui di barbershop yang dikelolanya di jalan Batin Tikal, Air Ruai, kecamatan Pemali, kabupaten Bangka.
Apa kabar Adi? Tukang cukur langganan saya ini selalu menyambut dengan ramah dan banyak cerita. Ia langsung mengeluhkan apa yang dialaminya sejak pandemi Corona ini telah mengalami masa sulit, karena pelanggannya menurun hingga 70%.
"Kalau dihitung persennya, menurun hingga 70% yang minta dipotong rambut selama Corona ini," kata Adi.
Ia tidak menyerah meskipun penghasilannya terjun drastis. Ia tetap buka dari pagi hingga malam hari.
"Kita harus kuat menghadapi situasi ini," semangatnya.
Dibuktikannya dengan tetap membenahi barbershop-nya. Membuat kursi duduk bagi pelanggannya dengan memodifikasi menggunakan kerangka sepeda motor Vespa.Â
"Ini baru bisa dapat satu Vespanya, kalau ada kerangka Vespa, bisa dijual kepada saya, Pak," tawar Adi kepada saya.
Adi berupaya menyenangkan pelanggannya dengan tampilan barbershop yang unik. Meskipun pendapatannya menurun, tidak membuatnya berhenti berusaha. Ia yakin cepat atau lambat pandemi Corona akan belalu.
"Corona ini kan sementara, tidak akan selamanya jadi yakin saja kepada Allah dan terus berdoa," optimis Adi.
Menipisnya pendapatan, ia harus bisa mengelola keuangan dengan skala prioritas. Untuk sementara membiarkan dulu rolingdoor barbershop-nya yang rusak sehingga setiap kali selesai melayani pelangganya ia mengangkut seluruh peralatan ke rumah agar terhindar dari pencurian.
Pengamanan dari penyebaran virus Covid-19, Adi telah menyemprot ruang barbeshop-nya berulang kali untuk memutus mata rantai  penularan virus Covid-19 dengan menggunakan cairan disinfektan.
"Saya semprot terus, Insya Allah aman," Adi meyakinkan saya.
Menurutnya, kalau menggunakan masker selalu dipakai setiap kali mencukur rambut pelanggan, baik sebelum ada pandemi Corona apalagi dalam kondisi pandemi. Kebiasaannya sekarang tidak ditinggalkan dan secara berulang-berulang adalah selalu cuci tangan.
"Saya pakai alkohol, Pak, cuci tangannya," jelas Adi.
Menurutnya kewaspadaan selalu ada. Diakuinya, kewaspadaan itu hingga melahirkan kecemasan bisa tertular, mengingat pelanggannya yang datang dari berbagai kalangan.
"Saya tidak tahu mereka dari mana, kondisinya seperti apa semoga saja pelanggan saya orang-orang sehat tidak terjangkiti virus Corona," kali ini Adi terlihat ingin menenangkan dirinya sendiri.
Ia tidak ingin meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang cukur karena sedang wabah Corona. Banyak pertimbangan, utamanta karena ini penghasilan utama untuk menghidupi keluarga. Kemudian yang juga penting, tidak ingin kehilangan pelanggannya.
Adi yakin masih ada pelanggang yang mau datang, mereka yang tidak terbiasa rambut gondrong akan bergegas ke barberhop-nya untuk dipotong.
Sebagai tukang cukur, ia sadari bisa saja beberapa penyakit menulari namun tergantung diri sendiri untuk menjaga diri.Â
Menurutnya, seluruh tukang cukur yang mengerti arti penting kesehatan dalam menjalankan pekerjaan akan selalu menjaga kesehatan dirinya dan pelanggan.Â
Saya yakin apa yang telah dilakukan Adi. Babershop-nya bersih, ia yang peduli dengan situasi saat ini yakni penyebaran virus Covid-19. Sayapun minta dicukur, karena kebetulan rambut sudah panjang. Sekalian mencoba duduk di kursi yang baru dimodifikasinya dengan kerangka motor Vespa.Â
"Model apa, pak?"
"Biasa plontos."
Adi langsung tahu keinginan saya. Ia mencukur rambut saya dengan cepat, sekitar 15 menit selesai. Model rambut plontos lebih cepat pengerjaannya. Ditambah dipijat dibagian kepala, leher dan pundak, menyegarkan. Service yang bagus hanya membayar Rp 18 ribu.
Sebelum saya meninggalkan barbershop-nya yang terus ia benah. Saya berpesan, untuk terus pelihara semangat berkerja dan optimisme yang sudah ada. Semoga selalu sehat.
Salam dari pulau Bangka.
Rustian Al'Ansori
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H