Ingin lepas memandang pagi, tapi jendela terpagar jeruji. Aku tidak merasa terhalangi.Â
Masih terlihat hijau daun yang membikin tenang memandang. Mata minusku tanpa penghalang.
Padangan tidak merasa dijeruji, ketika pagi menyisakan mimpi. Perlahan terungkap wajah-wajah pembenci, yang telah melukai. Terbuka tabir pagi.
Aku tetap di dalam, dibelakang jendela berjeruji. Biarkan matahari terhalangi. Waktu sesaat ini buat merenungkan diri. Mimpi tak selamanya dipercayai. Kadang hanyalah lukisan ilusi.
Aku akan segera meninggalkan jendela berjetuji. Tak ingin berlama-lama membahas mimpi. Bukan jeruji yang merintangi, tapi jendala yang menyempitkan imaji.
Bukakan pintu pagi, dari luar memandang jendela yang berjeruji. Hanyalah ruang gelap yang terkesan sunyi. Tinggalkan saja, sudah waktunya kembali.
Sungailiat, 24 Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H