Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pajak Transaksi Online, Konsumen Ikut Dibebani

16 Februari 2020   07:48 Diperbarui: 17 Februari 2020   07:04 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kebijakan pemerintah terkait dengan kebutuhan pokok masyarakat yang sifatnya menaikkan nilai akan berpengaruh kepada kegiatan ekonomi lainnya, ujung-ujungnya masyarakat juga terbebani.

Misalnya kenaikan BBM akan berimbas kepada kenaikan tarif penumpang dan barang angkutan umum, diikuti pula dengan kenaikan harga barang kebutuhan pokok lainnya. Pengusaha angkutan pun ribut ingin segera menaikkan tarif. Tapi ketika harga BBM turun, tidak ada tuh tarif angkot yang turun.

Begitu pula ketika pemerintah ingin mengenakan pajak transaksi online pihak e-commerce pun menyambut baik. Tapi ia juga ingin adanya keadilan yakni pemerintah harus mengambil pajak pada transaksi di media sosial dan WhatsApp.

Bila sudah diberlakukan pajak transaksi online, ujung-ujungnya tetap kosumen yang dibebani. Harga produk yang dijual akan dinaikkan. Terasa konsumenlah yang membayar pajak itu.

Selama ini belum ada aturan untuk menarik pajak transaksi online, harga pun dinilai konsumen lebih murah dan banyak pilihan. Berbelanja secara online ramai-ramai kosumen menggunakan jasa itu yang dinilai lebih praktis dan ekonomis.

Pemerintah sedang mencari celah untuk menambah pendapatan negara. Setelah ramainya transaksi online, pemerintah mengenakan pajak. Bisa saja setelah pemberlakuan iti diikuti kenaikan harga barang, konsumen pun mundur teratur kembali ke pedagang kaki lima.

Belanja di kaki lima lebih murah, kesan yang ada selama ini. Mengapa belanja di Mall lebih mahal harganya, karena pemiliknya harus membayar pajak dan konsumen membayar jasa karena nyaman di gedung yang mewah serta berbagai fasilitas lainnya. Begitulah persepsi masarakat.

Ketika pedagang kaki lima menjadi ramai, apakah pemetintah akan mengitai peluang pajak ditransaksi kaki lima? Inovasi warga yang menyenangkan warga lainnya dalam kegiatan ekonomi, termasuk usaha kecil jangan sampai menjadi lahan pajak. Pajak dibutuhkan untuk membiayai negara, tapi warga tidak gelisah karena khawatir dikejar-kejar petugas pajak. (Rustian Al'Ansori)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun