Pengalaman pertama saya mengikuti kegiatan bersama pustakawan, pengelola perpustakaan desa dan utusan perangkat desa dari beberapa provinsi di tanah air dalam Penguatan Fasilitator Provinsi, Kabupaten dan Pengelola Perpustakaan  Desa Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial, yang berlangsung pekan lalu di hotel Grand Mercure Jakarta menunjukkan bahwa, para pejuang literasi ini memiliki peran penting dalam menghidupkan aktifitas perpustakaan desa.
Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial, telah merubah image perpustakaan tidak hanya sebagai tempat membaca dan meminjam buku, namun perpustakaan telah menjadi tempat berlatih, mendapatkan informasi dalam kegiatan ketrampilan yang bermuara kepada peningkatan kesejahteraan.
Peran para pengelola perpustakaan desa yang memiliki dedikasi tinggi untuk memwujudkan perpustakaan berbasis inklusi sosial sangat menentukan walaupun upah mereka tidak sebanding. Ada yang hanya dibayar Rp 200 ribu sebulan, ada pula yang diatad Rp 1 juta.
Penguatan ini juga dilakukan melalui pembekalan yang diberikan sejumlah nara sumber. Diantaranya public speaking disampaikan pemateri Retno Pinarsih, seorang praktis telivisi, untuk penulisan naskah disampai novelis Wulan Darmanto, serta materi lainnya seperti marketing, adfokasi dan lain-lain.
Diharapkan melalui kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan para fasilitator dalam melakukan montoring (pendampingan) perpustakan provinsi, kabupaten/kota dan desa sesuai dengan topik pembekalan yang sudah disampaikan terkait dengan transpormasi perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Selain itu para peserta dapat menularkan ilmunya untuk memberikan kegiatan menarik di perpustakaan umum daerah masing-masing terkait dengan mensejahterakan masyarakat.
Fasilitator baik ditingkat Provinsi, kabupaten/kota dapat mendorong masyarakat dengan kegiatan menarik sehingga dapat meningkatkan minat baca sesuai dengan materi yang diberikan dalam pertemuan Penguatan Fasilitator Provinsi, Kabupaten dan Pengelola Perpustakaan  Desa Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial seperti, marketing, public speaking dan teknik menulis naskah.
Tahun 2020 program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial akan ditingkatkan dengan kuota di 100 kabuaten/kota, serta di Provinsi Papua dan Papua Barat. Penambahan tersebut akan mencakup lebih 23 privinsi untuk itu perlu adanya dukungan dari Pemerintah Daerah dengan mengeluarkan regulasi seperti Peraturan Daerah guna pengembangan perpustakaan sehingga dapat menggunakan dana APBD dan tidak hanya berasal dari APBN.