Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Ayah, Merdeka

17 Agustus 2019   07:13 Diperbarui: 17 Agustus 2019   07:22 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ayah, merdeka!"
Salam anak lelaki, ketika pagi 17 Agustus kepada Ayah yang akan berangkat kerja
Tak ada balasan salam, hanya tersenyum tanpa rasa
Anak lelaki tak bisa membaca makna senyum ayah yang belum merasa merdeka
Ayahnya masih dijajah kemiskinan, yang harus terus bekerja walaupun dihari merdeka

Sekali lagi pekik anak lelaki, "ayah, merdeka!"
Kali ini, ayah hanya mengangkat tangan dengan dikepal tanpa suara
Lelaki yang dipangil ayah terus melangkah menuju hutan dibatas desa
Hutan yang mulai terbakar karena kemarau
Hati lelaki mulai risau
Ketika hutan belukar telah menjadi pisau
Hampir sama, ketika tentara penjajah memasang banyak ranjau

Anak lelaki, dari kejauhan masih pekikkan, "ayah, meredeka!"
Tak ada balasan, ayahnya terus melangkah tanpa kata-kata
Anak lelaki, "kepada dirinya bertanya, apakah ayah belum merdeka?"

Sungailiat, 17 Agustus 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun